Dalam Sains tidak ada yang mutlak. Ratusan tahun manusia meyakini teori grativikasi Newton sebelum Einsten datang meruntuhkan dengan Ralativitas umum.
Suatu kebahagiaan jika ilmu yang diwariskan, kelak dibantah oleh generasi di masa depan. Keilmuan dan peradaban Islam bisa sebesar ini karena perkelahian yang terjadi di antara ilmuan. Seperti contoh Al-Ghazali yang membantah Filsuf Muslim peripatetik (New-Platonisme), dan selanjutnya Ibnu Rusyd membantah bantahan Al-Ghazali.
Dunia butuh orang sesat yang berani dan membaharu yang tak bisu. Jika tanpa Mu'tazilah, mustanil Asy'ariyah akan sebesar ini. Ribuan kitab atau buku justru lahir karena kritik dan untuk menjawab kritik.
Di era modern ini, Sidogiri termasuk Pesantren yang berperan aktif menerbitkan buku sebagai bentuk kritik. Seperti buku berjudul "Sidogiri menolak Pemikiran KH. Said Aqil Sirajd," sebagai bantahan terhadap pemikiran Prof. KH. Said Aqil yang dianggap tidak sesuai kesepakatan ulama-ulama Salaf. Atau buku berjudul, "Mungkinkah Sunnah Syiah Dalam Ukhuwah?," sebagai bantahan terhadap buku Prof. Habib Qurais Syihab, "Sunni Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?". Tak terkecuali buku, "Wahabi Gagal Paham" sampai dua jilid sebagai bentuk bantahan cacat nalar wahabi.
Beberapa buku terbitan sidogiri karena berlandaskan dauh KH. A. Nawawi bin Abd. Djalil, "buku memang seharusnya ditanggapi dengan buku, supaya sama-sama bisa dibaca dengan seksama oleh masyarakat kita".
Sekarang kita lihat bersama jejak historis di eropa. Bisa dibayangkan seberapa gelapnya abad kegelapan di eropa. Ribuan ilmuan dibakar. Namun anehnya mereka semakin bergairah menentang maut demi mempertahankan apa yang mereka yakini. Gilanya lagi, dari mana datangnya keyakinan bahwa inspirasi mereka akan diteruskan generasi selanjutnya yang dengannya dunia akan tercerahkan?
Kita bisa membaca bahwa, inkuisisi gereja membalik arus sejarah. Semakin ditindas semakin kuat pengaruh mereka. Jika satu martir saja mengguncang dunia, lantas bagaimana mereka kalau semisal ada ribuan? Dari penindasan ini lahirlah kemudian humanisme dan liberalisme.
Hebatnya, islam tidak memiliki sejarah kelam yang sama. Bahkan islam sangat terbuka kepada Sains. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Sulaiman Dunya, "Yang meruntuhkan islam bukanlah orang awam. Tapi Ulama yang menentang Sains yang sudah pasti kebenarannya. Oleh sebab itu, Prof. Moh Ali Aziz menulis dalam bukunya "Ilmu Dakwah", "Islam dan Sains itu buka bertanding. Tapi bersanding".
Komentar
Posting Komentar