Langsung ke konten utama

LAKI-LAKI BOLEH MENANGIS

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan ekstrim, seperti bunuh diri. Jika kita merasa depresi dan mulai berpikir untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalannya kepada tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater. Meminta pertolongan mereka bukan berarti kita lemah.

Tenar dan rentan Para pesohor dinilai dekat dengan gangguan kesehatan mental, yang bermuara dari ketenarannya. Penelitian psikologis tentang dampak ketenaran menyebutkan, pengawasan publik yang terus-menerus, harapan yang tidak realistis, dan kurangnya privasi menciptakan lingkungan yang tidak stabil bagi kesehatan mental. 

Selebritas kerap kehilangan sistem dukungan sosial dan emosional yang penting untuk menjaga kesehatan mental mereka. Beban ini berlipat ganda apabila mereka laki-laki. Tuntutan sosial kultural pada laki-laki lebih besar sehingga mereka sering tidak mampu atau tidak mau mengungkapkan gangguan mental yang mereka hadapi. Hal ini sejatinya tidak hanya menimpa para selebritas, tetapi juga kaum pria dari kalangan apa pun.

Berbagai data menyebutkan jumlah kasus bunuh diri pada pria lebih besar dibandingkan perempuan. Lembaga Anxiety and Depression Association of America (ADAA) dalam laporannya bertajuk ”Men’s Mental Health” menyebutkan, pria yang mengalami problem mental kurang mendapat perawatan kesehatan mental.
Banyak alasan mengapa, tetapi salah satunya adalah stigma yang dihadapi pria bahwa mereka harus ”jantan” atau ”tangguh” kala menemui persoalan. Mengungkapkan persoalan sering dilihat sebagai kelemahan atau ”tidak jantan”.

Stigma itu, menurut ADAA, nyata dan sangat dalam memengaruhi setidaknya 1 dari 10 pria yang mengalami depresi atau kecemasan. Namun, kurang dari setengah dari pria yang mengalaminya mendapatkan perawatan. Berdasarkan data Mental Health America yang dikutip ADAA, lebih dari 6 juta pria di AS mengalami depresi setiap tahun. Akan tetapi, depresi pada pria sering tidak didiagnosis.

Menurut artikel bertajuk ”Men and Mental Health: What are We Missing?” di jurnal AAMC edisi 2 April 2024, pria bukanlah persoalannya. ”Bagaimana cara kita masyarakat secara umum dan penyedia layanan kesehatan secara khusus memperlakukan mereka, adalah persoalannya."

Terlalu sering masyarakat menyalahkan pria atas pergulatan mereka. Sebab, merekalah yang kerap berpaling pada penyalahgunaan obat-obatan dan perilaku kekerasan daripada mencari bantuan atas gangguan kesehatan mental. Mereka pula yang sering menganut perilaku dan keyakinan tidak sehat dengan mengorbankan kesejahteraan mereka sendiri.

Pendekatan yang menyalahkan individu ini menyebabkan sedikitnya intervensi secara klinis, sosial, ataupun kultural untuk memperbaiki kesehatan mental pria. Adanya bias dan kurangnya pendekatan efektif justru menciptakan lebih banyak hambatan lagi. Pria bertanggung jawab untuk mencari bantuan, tetapi bukannya tidak logis jika mereka memilih menghindarinya. Natasha Bijlani, konsultan psikiater di Priory Hospital Roehampton, London, Inggris, mengaitkan keengganan pria mengungkapkan problem kesehatan mentalnya dengan stereotipe tradisional tentang seorang laki-laki: pria itu kuat. 

Pria yang mengekspresikan emosi itu tanda kelemahan, atau pria menangis itu tanda ia lemah. Menurut Bijlani, stereotipe ini harus dihilangkan. Tak hanya membuat laki-laki enggan membicarakan masalah, stereotipe juga malah menyebabkan mereka enggan mendapatkan perawatan gangguan kesehatan mental. Laki-laki baru terdorong mencari pendampingan dan perawatan manakala pikiran untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri muncul. 

Dalam survei Priory, angka untuk hal ini mencapai 40 persen. Karena stereotipe tersebut, laki-laki cenderung mengatakan dirinya baik-baik saja dan berupaya mengatasi masalah yang ia hadapi sendirian. Padahal, demi menjadi baik-baik saja, ia akan melarikan diri ke obat-obatan terlarang dan alkohol. Orang sering kali minum alkohol berlebihan untuk mengobati diri saat mereka menderita gejala depresi atau kecemasan. Meskipun merasa lebih rileks dalam jangka pendek, alkohol merupakan depresan yang seiring waktu akan memperburuk gejala. Apabila memburuk, kejadian tragis yang tidak diharapkan akan terjadi. 
Jangan diam

Di situlah laki-laki tidak bisa mendiamkan saja gejala-gejala atau tanda-tanda gangguan kesehatan mental yang dialami. Apabila ia mulai merasa khawatir atau cemas yang terus-menerus, merasa sedih yang luar biasa, menjauh dari teman dan keluarga, kesulitan berkonsentrasi, merasa lelah atau lesu, hingga gejala fisik seperti sesak napas atau sakit kepala terjadi, segeralah berbuat sesuatu, seperti mengungkapkannya.
Ada tanda-tanda yang lebih spesifik pada laki-laki. Itu, antara lain, penyalahgunaan zat terlarang, rasa marah dan mudah tersinggung, bekerja secara obsesif, mengalami masalah tidur, ataupun berperilaku sembrono.

Orang-orang terdekat diharapkan peka dengan gejala-gejala tersebut untuk membantu. Laki-laki yang mengalami tanda-tanda semacam itu segera mencari bantuan untuk mendapatkan terapi dan perawatan. The Guardian pada 24 Oktober 2017 menulis, tidak perlu malu untuk mengungkapkan kita sedang tidak baik-baik saja atau apabila kita memiliki masalah kesehatan mental kepada seseorang yang dipercaya. Seseorang perlu mengungkapkan emosinya. Dengan cara itu, ia akan mendapatkan dukungan dari teman, keluarga, juga tenaga konselor.

Untuk menjaga kesehatan mental, Priory menyarankan agar seseorang bersosialisasi, melakukan kegiatan yang menyenangkan, hingga melakukan aktivitas menenangkan yang nyaman kepada dirinya sendiri. Banyak cara bisa dilakukan, misalnya menangis, karena air mata adalah sebuah sistem mengobati hati yang terluka. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILUSI SUKSES DI MASA MUDA

Keinginan untuk senantiasa hidup dalam keemasan masa muda mengendap dalam benak manusia sejak dahulu kala. Banyak dongeng diceritakan dari generasi ke generasi tentang air berkhasiat, benda ajaib, obat spesial, atau makhluk gaib yang jika kita menemukan dan menggunakannya, akan kembali muda dan kuat. Tujuannya agar bisa mengulang kesukesan dan kesenangan saat kondisi tubuh sangat fit. Sebagian lagi ingin mendapat kesempatan kedua untuk berbuat hal berbeda dan mencapai impian terpendam.  Namun, banyak orang meyakini kembali muda melawan hukum alam sesuatu yang mustahil terjadi. Ada pula yang percaya bakal ada teknologi untuk mencapai itu, tetapi belum akan terwujud dalam waktu dekat. Meski demikian, pemuja masa muda tak surut. Masa muda telanjur diyakini sebagai masa krusial yang menentukan seluruh hidup kita selanjutnya merana atau bahagia. Muncullah target pencapaian di usia tertentu. Usia sekian harus lulus sarjana, bekerja mapan, punya rumah, menikah, dan berkeluarga. Perempuan ...

PEREMPUAN DAN PANGGUNG SPIRITUAL

Dulu, perempuan rahasia langit. Langkahnya pelan, tunduknya dalam. Ia dilukis dalam sejarah sebagai simbol kelembutan. Bukan dijadikan objek dan dieksploitasi di altar pertunjukan yang katanya majelis sholawat. Perempuan sudah kehilangan eksistensinya dari penjaga nurani menjadi pelayan euforia.  Mereka menutup aurat, yes betul. Tapi hanya sekedar bungkus. Isinya goyang ngolek, goyang keramas. Dua istilah yang lebih cocok muncul di warung remang-remang daripada di acara yang konon katanya mejelis cinta Nabi.  Dalam pemikiran Simon de Beauvoir: "Perempuan tidak dilahirkan sebagai objek, tapi dibuat menjadi objek oleh struktur budaya". Tapi hari ini, di pentas absurd mereka bukan hanya menjadi objek. Tapi mereka sendiri yang mejadikan objek sebagai dalih ekspresi iman.  Gerakan tubuh yang menggeliat di atas panggung bukan bentuk ekspresi spiritual. Itu adalah penghinaan simbolik pada kemulian perempuan. Lantas, di mana rasa malunya? Di mana harkat dan martabatnya? Apakah me...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...