Menjadi cantik dan rupawan itu cenderung memberi manusia banyak hak dan perlakuan yang istimewa. Karena itu, banyak orang berusaha menjadi cantik walau membahayakan nyawa.
Manusia itu suka keindahan dan kecantikan. Namun, dorongan untuk terlihat cantik bisa membuat manusia melakukan hal-hal yang tidak wajar, bahkan membahayakan nyawanya. Fokus pada kecantikan fisik juga membuat banyak orang lupa untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri yang lebih memberikan makna hidup dan bermanfaat jangka panjang.
Tewasnya selebgram ENS (30) setelah melakukan operasi sedot lemak di sebuah klinik kecantikan di Depok, Jawa Barat, pada 22 Juli 2024 menambah panjang daftar perempuan yang harus kehilangan nyawa karena ingin terlihat cantik. Sebelumnya, 24 Mei 2024, seorang pegawai pemerintah, PK (27), meninggal seusai menjalani filler payudara di sebuah klinik kecantikan di Sleman, DI Yogyakarta.
Banyak hal berisiko lain yang dilakukan perempuan untuk terlihat cantik, mulai dari menjalani tindakan medis dan mengonsumsi aneka zat legal maupun ilega hingga hal mistis. Luka, rasa sakit, kondisi tidak menyenangkan, bahkan ancaman nyawa pun sering kali dikesampingkan demi terlihat cantik.
Meski definisi cantik sangat bergantung pada persepsi individu, tetapi seperti ditulis sejarawan Lawrence R Samuel di Psychology Today, norma sosial dan budaya sangat berpengaruh dalam menentukan siapa dan apa yang dianggap cantik.
Dalam dunia Barat, standar kecantikan banyak ditentukan berdasarkan pada kemudaan. Norma ini membuat banyak masyarakat Barat aktif melakukan berbagai upaya agar senantiasa terlihat muda, baik dengan cara olahraga, mengatur pola makan, minum berbagai suplemen, maupun melakukan tindakan medis.
Sementara di Indonesia, menurut Efnie Indrianie, psikolog dan dosen juga Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, mengatakan, standar kecantikan saat ini sangat dipengaruhi oleh Korean wave. Kecantikan ala pemain K-drama ataupun penyanyi K-pop menjadi acuan. Standar kecantikan Korea ini dicirikan dengan dagu yang runcing atau ujung hidung yang tegas (pointy). Meski demikian, standar cantik kurus dan kulit cerah sepertinya tidak pernah lekang.
Ukuran kecantikan itu memberi tekanan besar bagi sebagian orang, khususnya perempuan. Akibatnya, mereka rela melakukan apa saja demi memenuhi tuntutan atau standar cantik masyarakat.
Kecantikan juga memberi efek halo, yaitu bias kognitif atau perbedaan penilaian yang membuat kesan kita terhadap seseorang sangat ditentukan oleh asumsi yang kita buat untuk orang tersebut. Efek inilah yang membuat kita sering memperlakukan berbeda orang yang cantik dengan yang dianggap kurang cantik, apalagi tidak cantik.
Orang cantik memiliki banyak keistimewaan, mulai dari lebih dihargai, tidak mudah dipandang sebelah mata atau dicurigai, hingga lebih mudah dimaafkan jika bersalah atau melanggar norma.
Evolusioner
Tidak ada yang salah jika manusia mudah tertarik dengan hal-hal yang cantik karena itu genetik. Sebanyak 60 persen otak manusia memang lebih sensitif pada area yang mengendalikan visual. Melihat
yang cantik atau indah membuat manusia merasa nyaman dan senang. Sebagaimana pepatah Arab;
الإنسان مأمور بالنظر للجمال وليس النظر للعيب والنقص
"Manusia itu sudah terdikte untuk melihat pada sisi keindahan, bukan pada aib dan kekurangan".
Di awal evolusi manusia, perempuan lebih banyak berperan di sektor domestik dengan interaksi sosial yang lebih terbatas. Pada saat bersamaan,
perempuan juga kerap dipandang sebagai obyek sehingga mereka yang lebih cantik berpeluang lebih besar untuk dihargai lawan jenis dan masyarakat.
Untuk terlihat cantik, perempuan harus berusaha keras
karena tubuh perempuan lebih cepat menua dibandingkan laki-laki. Kolagen atau protein
yang menentukan elastisitas kulit akan berkurang seiring
dengan bertambahnya usia.
Tekanan untuk cantik juga muncul dari lingkungan atau
semangat zaman yang mengglorifikasi tubuh. Augustinus Supratiknya mengatakan, harga diri saat ini
ditentukan oleh persepsi subyektif tentang tubuh yang indah, sehat, dan bugar.
Namun, cara pandang tentang harga diri yang dilekatkan
pada keindahan tubuh itu banyak dikendalikan oleh industri dan pemilik modal yang didukung oleh pengembangan
sains dan teknologi. Industri
farmasi, kosmetika, pangan,
teknologi kedokteran, alat kebugaran, hingga industri media punya andil besar dalam menentukan standar kecantikan.
Alhasil, masyarakatlah yang
menjadi korban. Mereka yang
memiliki tubuh tidak sesuai
dengan gambaran kecantikan
industri mudah merasa cemas,
kurang percaya diri, hingga tidak puas dengan hidupnya.
Terlepas dari efek halo kecantikan, sejatinya juga tidak
ada masalah jika seseorang
ingin terlihat cantik atau tampan. Toh, merawat diri, berdandan, membentuk badan,
atau usaha apa pun agar terlihat cantik dan tampan
sah-sah saja dilakukan sepanjang wajar dan tak mengarah
pada gangguan mental atau penyakit.
Menurut Efnie, agar bisa
cantik dan tampan secara sehat, kuncinya terletak pada kemampuan diri dalam memandang realitas. Jika ingin terlihat menarik, lakukanlah olahraga rutin, perawatan wajah sewajarnya, dan menjaga
pola makan dengan baik.
Tumbuhkan pula rasa syukur atas tubuh sehingga tidak
perlu mengubah morfologi tubuh, kecuali untuk alasan medis. Dengan syukur yang dimiliki, seseorang tidak hanya bisa menjaga tubuh dengan
baik, tetapi juga mampu untuk terus mengasah kemampuan kognitif dan keterampilan,
serta menumbuhkan penghormatan atas orang lain, apa pun dan bagaimana pun kondisi fisiknya.
Setiap manusia itu unik. Artinya, semua orang berhak untuk menjadi diri tanpa harus merasa minder akibat tidak sesuai dengan tren atau standar kecantikan sekarang yang cenderung menyeragamkan manusia.
Dan, satu hal yang pasti, kebaikan dan kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh
wajah atau tampilan fisiknya
semata, yang sering kali hanya
polesan dan tidak abadi.
Komentar
Posting Komentar