Sebagian kita mungkin seringkali dihebohkan dengan kata-kata perjuangan perempuan, seperti perempuan harus diistimewakan, perempuan harus diberikan haknya, perempuan tidak boleh dijajah, perempuan itu baperan, perempuan tidak bisa berpikir logis, dan lain sebagainya. Namun, sadarkah bahwa semua itu hanya stereotipe yang jika terus di-amin-kan malah akan membawa perempuan selalu bermental korban. Seolah-olah hak perempuan begitu terasingkan dan didiskriminasi dari kehidupan bermasyarakat.
Padahal jika dipikirkan dan dirasakan secara baik-baik, perempuan sejatinya adalah sosok istimewa yang haknya sudah diberikan dengan utuh tanpa perlu mengemis belas kasihan. Fakta historis membuktikan, begitu banyak tokoh-tokoh perempuan yang namanya masih harum hingga sekarang.
Betapa banyak tokoh perempuan yang menjadi sumber pengetahuan, inspirasi, dan kehadirannya menjadi penyejuk jiwa, layaknya Sayyidah Aisyah; perempuan cerdas yang menginsiprasi generasi setelahnya.
Kemudian betapa banyak tokoh perempuan yang disematkan kepadanya gelar pejuang yang berjasa untuk peradaban dan orang banyak, layaknya Sayyidah Khodijah Al-Qubro. Masihkah perempuan merasa tidak pernah diberikan hak yang utuh?
Jika masih merasa demikian, apakah perempuan akan terus membiarkan dirinya terkurung dalam penjara stereotipe yang tidak bertanggung jawab atau mau mendobrak stereotipe itu dan menyibak sisi terangnya?
Perempuan adalah sosok yang istimewa. Bahkan saking istimewanya, perempuan dianggap sebagai perhiasan dunia. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah,” (HR Muslim dari Abdullah bin Amr).
Alloh juga menempatkan perempuan sebagai makhluk mulia yang mesti dijaga. Keindahannya tidak hanya dinilai dari fisik belaka, melainkan juga dari hati dan pikiran yang dimilikinya. Dengan demikian, sudah selayaknya bagi para perempuan untuk tidak mudah merasa insecure dan merasa kurang atas banyak hal. Tak pantas jika perempuan hanya dijadikan sebagai objek pemuas nafsu belaka oleh para lelaki dan tak seharusnya juga perempuan merasa harus berusaha semaksimal mungkin untuk berpenampilan cantik sesuai dengan standar yang rekonstruksi oleh dunia nyata dan dunia maya.
Siapakah mereka hingga mampu membuat perempuan harus berusaha secantik mungkin padahal dia bukan pasangan hidupmu? Siapakah mereka yang harus membuat perempuan kehilangan percaya diri karena tak punya barang-barang ber-merk seperti yang mereka punya?
Kemudian dalam hak hidup dan berbuat, perempuan bisa dan boleh melakukan kebaikan apa pun, mengembangkan skill yang dimilikinya, memimpin sebuah pergerakan, dan hak untuk diperlakukan dengan sama. Sebab sejatinya Allah menciptakan manusia memanglah terdiri dari laki-laki dan perempuan, tidak ada yang dibedakan dalam penilaiannya. Tidak ada yang layak untuk direndahkan atau dikesampingkan.
Sebagaimana yang Allah firmankan di dalam Q.S Al-Hujurat ayat 13, yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Selanjutnya bagi perempuan yang telah menjadi seorang istri, tidak perlu susah payah untuk meminta haknya agar dihargai oleh suaminya. Sebab Allah langsung memerintahkan kepada para suami untuk berbuat baik kepada istrinya, seperti yang ada di dalam Q.S An-Nisa ayat 19, yang berarti: “Dan pergauilah mereka (para istri) secara patu.” maksudnya adalah seorang suami diperintahkan untuk memperbaiki perkataan-perkataan dan memperbagus perbuatannya sebagaimana ia ingin diperlakukan oleh istrinya.
Begitulah Islam telah memberikan hak yang utuh dan sempurna untuk perempuan. Masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaan yang dihadiahkan kepada sosok perempuan. Jika sudah demikian, lantas mengapa masih berusaha seolah-seolah ingin menjadi superior? Perempuan dan laki-laki diciptakann untuk saling melengkapi, bukan untuk saling menandingi.
Mulai dari sekarang, sama-sama lepaskan mental ‘korban’ itu dan mulai dengan menapaki kehidupan sebagai seorang perempuan yang cerdas secara spiritual, emosional, dan sosial. Mungkin lingkungan di sekitar tidak semuanya memahami itu, namun tidak ada salahnya jika perempuan memulainya dari dirinya sendiri. Jika tidak menemukan cahaya di tempatnya, maka jadilah cahaya itu dan berikan peneragan kepada orang-orang di sekitarnya!
Komentar
Posting Komentar