Pembangunan dalam suatu negara memang kerap sekali dilakukan. Seiring berkembangnya zaman semakin banyak pula berdiri bangunan–bangunan megah dengan infrastruktur yang luar biasa. Pembangunan gedung yang memerlukan dana miliaran rupiah itupun diharapkan bisa berfungsi dengan baik. Namun sayangnya para pembangun gedung itu sering menginginkan keuntungan yang lebih banyak dengan melakukan korupsi dana material gedung yang diganti dengan menggunakan material sembarangan.
Tak lama setelah dinding penahananan tanah ambrol, para tukang mengatakan ambrolnya dinding ini karena kurangnya semen yang digunakan, tidak sesuai standar yang ditetapkan.
Berapa banyak bangunan yang sudah melalui proses ilmiah di tangan-tangan terampil dan berpengalaman, tetapi berbahaya jika ditangani oleh kontraktor yang tidak kompeten.
Ini tampak menjadi penjelasan atas kejadin itu. Namun, jika direnungkan kembali, kata “tidak berkompeten” sebagaimana diletakkan pada para insinyur dan kontaktor yang dimaksud sesungguhnya kata tersebut perlu diganti dengan yang lebih tepat, yaitu “korup”.
Sebenarnya masalah-masalah seperti itu di dalam suatu negara bisa dilacak dengan berpangkal dari keserakahan dan korupsi yang berlebihan. Bukan dari kurangnya keahlian tekhnis.
Sebut saja sekolah yang ada di Provinsi Sichuan, China roboh pada 12 Mei 2008 hingga menewaskan lebih dari 10 ribu siswa. Pabrik Garmen yang berupa Gedung Rana Plaza di Wilayah Savar,di Bangladesh roboh hiingga menyebabkan 620 orang tewas. Bangunan 14 lantai di Ibu Kota Darussalam, Tanzania, roboh pada 28 Maret 2013 hingga menyebabkan 36 orang tewas dan menghancurkan sejumlah mobil. pada 4 April 2013, bangunan di India yang terletak di kawasan Thane, Maharashtra roboh hingga menewaskan 74 orang, termasuk 18 di antaranya anak-anak dan lebih dari 60 lainnya luka-luka. Bukan hanya itu, bangunan yang diberi nama Wei Guan Dragon Building roboh akibat dinding gedung 17 lantai diisi kaleng-kaleng yang disemen, tanpa rangka besi.( Merdeka.com, 11 Februari 2016)
Bangunan-bangunan besar di atas merupakan proyek besar pemerintah, pembangunannya menggunakan insinyur dan kontraktor terkemuka. Tetapi sayang, bangunan yang seharusnya memberikan menfaat malah menjadi mudharat.
Sebenarnya kejadian-kejadian di atas juga sering dijumpai di negara kita, mulai tingkat lokal, regional bahkan nasional. Meskipun pekerjaan telah diawasi oleh ahli-ahli teknik, tapi tetap saja di media seringkali berseliweran pemberitaan tentang penggelapan dana pembangunan yang dilakukan oleh okunum-oknum tidak amanah. Entah jalan-jalan rusak, padahal baru saja dibangun, gedung-gedung harus perlu diperbaiki segera, padahal baru berdiri, atau rencana-rencana pembangunan yang mangkrak. Fenomena di atas lantaran korupsi yang sudah menjadi penyakit akut dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan minimnya keahlian tekhnis.
Sebagai penutup, korupsi merupakan kejahatan psikologis, sementara kurangnya keahlian adalah kelemahan tekhnis. Jika kita menginginkan perbaikan di negara kita, maka berusaha melakukan reformasi psikologis atau moral para individu sebagai warga negara. Jika sekedar meningkat SDM dan keahlian tekhnis saja tidak akan membuat reformasi berhasil.
Komentar
Posting Komentar