Saat membuka pasal Niat Mencari Ilmu, bacaan pertama yang saya lihat adalah Syi’ir Burhanuddin Sohibul Hidayah. Beliau men-Syairkan; “Sungguh merupakan kehancuran yang besar, seorang yang alim yang tak peduli. Dan..lebih parah lagi dari itu, seseorang yang bodoh
yang beribadah tanpa aturan. Keduanya merupakan fitnah yang besar di alam semesta bagi orang-orang yang menjadikan keduanya sebagai pedoman”.
Tentang rusaknya zaman sebab dua kepribadian yang dijelaskan dalam syair di atas. Pertama, Alimun Mutahattikun (orang pintar yang membuat kerusakan. Kedua, Jaahilun Mutanssikun (Bodoh tapi bertopeng ahli Agama).
Jika kita lihat fenomena yang terjadi hari ini, seakan-akan menampar kita semua. Bahwa syair yang dulu hanya dibuat nyanyian sekarang nyata adanya di depan mata kepala kita sendiri. Kita lihat social media, Sabda Baginda Nabi, Ayat Al-Qur’an dengan sangat mudah diluncurkan melalui bibir para Da’I premature yang difreming oleh media atau sebagian masyarakat tanpa menelisik latar belakang pendidikan agamanya. Pokok good loking, kutip dalil, fatwa seenaknya langsung viral.
Sebenarnya ada kegelisan tersendiri bagi mereka yang tidak begitu good loking, tapi sangat paham kemana arah makna dalil yang tepat. Mereka kebingungan bagaimana cara menyampaikan gagasan cemerlangnya, sedangkan di satu sisi ia merasa insecure. Baginya kurang good loking bias mempengaruhi bobot fatwanya.
Maka dari itu, menjadi tantangan tersendiri bagi santri untuk menekuni ilmu jurnalistik , medsos, website, aktif menulis artikel, desain, internet marketing. Padahal kalau berbicara bahan untuk menulis, santri lebih banyak refrensi melaui khazanah kitab-kitab klasik yang di pelajari di bangku madrasah. Meskipun ngajinya via digital, akan tetapi untuk meraih pengunjung bisa lebih optimal.
Di era digital seperti sekarang yang meliputi platform digital seperti facebook, instagram, youtube, tik-tok dan sejenisnya seolah menjadi peluang besar bagi para dai premature. Mereka melek dengan fiture yang disediakan oleh si pembuat aplikasi sehingga mampu merebut simpati ummat. Maka tidak heran jika kemudian ada isu terbaru menyangkut agama, dai premature tampil percaya diri dengan kapasitas keilmuan yang sangat minim sekali. Mereka bebas berfatwa dan selalu bisa menjawab pertanyaan audience tanpa terkecuali. Sebuah klaim prestasi tersendiri bagi si dai premature.
Disinilah peran santri ahli agama dibutuhkan untuk mengisi ruang dunia maya. Ngaji offline tetap, ngaji online juga mantap. Jangan biarkan dunia online dikuasi oleh dai-dai premature yang hanya berbekal ilmu agama dari goggle, mengajak untuk mencaci, memusuhi, mengkafirkan. Lebih-lebih dari kalangan selebritis yang hanya bermodal Al-Quran terjemahan. Jika terjadi seperti itu, maka lengkap sudah “Alim Mutahattikun dan jahilun mutanssikun merusak alam raya ini.
Mafhum Mukholafah Syiir di atas bahwa ada dua pribadi yang bisa menyelematkan dunia dari kehancuran. Pertama, Aalimun Amilun (Pintar mengamalkan ilmunya, baik untuk dirinya secara khusus dan masyarakat secara umum. Kedua, jaahilun Mutaallimun (Orang bodoh yang berusaha untuk terus belajar) insya Alloh dua pribadi inilah yang akan membentengi kerusakan masal di muka bumi.
Komentar
Posting Komentar