Wahai Murobbi Ruhi wahai Masyaikhi....
Engkau tinggalkan pribadi baik kepada kami
Engkau tinggalkan akhlak-akhlak kepada kami. Engkau tinggalkan sifat-sifat kepada kami. Beberapa tahun telah berlalu, sedangkan kami lalai tentangnya. Bukankah memandang ringan tentangnya, bagaimana mungkin, sedangkan itulah akhlak Masyayikh kami? Tetapi ia adalah kelalaian.
Bermula dari hari ini wahai Murobbi Ruhi, wahai Masyayikhi, kami berniat untuk menghidupkan akhlak-mu dalam diri kami.
Bersama orang yang menyukai kami dan orang yang tidak menyukai kami, bersama orang yang kami setuju dan yang bercanggah dengan kami.
Wahai Murobbi Ruhi, wahai Masyayikhi....
Engkau telah mengajarkan kami supaya memelihara lidah, kemudian lidah kami melakukan sesuatu yang tidak selayaknya. Betapa jauhnya kami dalam umpatan atau mengadu domba. Betapa banyak kami melafadzkan ucapan sia-sia ketika tertawa, bergurau dan marah. Kami juga tahu bahwa, ini tidak sepatutnya dilakukan.
Ini adalah lidah yang mencintaimu Murobbi Ruhi, ia juga terbiasa merapalkan doa-doa untukmu, maka tidak sepatutnya dicemari dengan umpatan dan ucapan yang jijik. bermula malam ini wahai Murobbi Ruhi, mulai malam ini kami akan menghidupkan kembali suri tauladan yang engkau tinggalkan. Pada lidah kami tidak akan dicemarkan dengan kata-kata jelek.
Wahai Murobbi Ruhi, wahai Masyaikh...
Kedua bola mata ini mampu melihatmu dengan indah, akan tetapi ia tercemar dengan melihat hal-hal yang tidak engkau Ridhoi. Betapa banyak ia melihat kepada situasi-situasi yang buruk. Betapa banyak juga ia melihat kepada parkara yang hina. Betapa banyak ia melihat pandangan hina kepada pihak lain dan kepada dunia dengan pengagungan serta berbangga-bangga. Kesemuanya adalah kotoran yang menimpa mata ini. Ia mampu melihatmu. Betapa kotornya kedua mata ini, mengenai tuhan pemerhati manusia, kemudian ia melihat sesuatu yang tidak diharuskan untuk dilihat.
Wahai Murobbi Ruhi wahai Masyayikhi
Kedua telinga ini, telinga sebelah kanan dan telinga sebelah kiri, betapa rindunya untuk mendengar suaramu ketika berbicara. Benar demi Alloh. Kedua telinga ini tercemar disebabkan mendengar umpatan serta adu domba, ia tercemar karena mendengar sesuatu yang kotor, akan tetapi Wahai Murobbi Ruhi, bermula malam ini kami akan berhenti untuk melakukan itu lagi dan akan mendengarkan sesuatu yang perlu kami dengar. Kami tidak akan jadikan telinga kami sebagai tong sampah bagi kotoran orang yang dicampakkan di dalamnya
Wahai Murobbi Ruhi wahai Masyayikhi....
Telapak tangan ini, betapa ia rindu untuk menyentuh telapak tanganmu yang mulia. Betapa rindunya mulut ini untuk mengecup tanganmu yang mulia. Benar tangan ini telah tercemar dengan perkara yang tidak sepantasnya. Akan tetapi Wahai Murobbi Ruhi... Bermula mulai malam ini kami akan berhenti untuk mengulurkan tangan kami kecuali kepada perkara yang diridhai olehmu, hingga ia bersedia bersalaman denganmu.
Wahai Murobbi Ruhi wahai Masyayikhi...
Jikalau para santrimu yang lain mendapat tempat istimewa di hatimu karena sudah ikut serta berjuang. Jikalau para santrimu yang lain mendapatkan cintamu, sungguh tiada seorangpun tamak untuk mencapai kedudukan mereka sebagai santrimu. Demi Alloh kami akan menyaingi mereka untuk mencapai kecintaanmu Wahai Murobbi Ruhi wahai Masyayikhi. Mereka tidak disaingi pada kedudukan sebagai Santri kesayanganmu dan tiada sampai pada kedudukan mereka, tetapi kedudukan dalam kecintaan pintunya senantiasa terbuka. Kedudukan dalam kecintaan senantiasa terbuka lebar bagi mereka yang berjuang di jalan dakwahmu Wahai Murobbi Ruhi wahai Masyayikhi.
Komentar
Posting Komentar