Langsung ke konten utama

BELAJAR DARI MASA DEPAN

Teringat Kalamnya Dr. Chabib Mustofa, "Barang siapa hari ini kejam pada dirinya sendiri, maka nanti dunia akan datang dengan lunak. Begitupun sebaliknya." Banyak orang beranggapan bahwa di masa tua adalah masa untuk istirahat. Benarkah demikian? Menurut saya tidak!

Banyak intelektual di Indonesia kembali ke haribaan sang maha kuasa dengan segudang prestasi di masa tua. Fenomena ini menandakan bahwa tidak ada istirahat dalam menebar menfaat salagi nyawa masih ada. Saya berpikir, mereka sudah meneropong masa depan belajar dengan tekun dan giat untuk di hari tua yang lebih produktif.

Masa muda ternyata bukan masa leha-leha, tapi masa muda, masa untuk belajar untuk mempersiapkan diri. Begitupun dengan masa tua, ternyata bukan masa untuk istirahat, tapi terus berkontribusi menjalankan peran terbaik. Bukankah surga tertinggi bisa diraih dengan menebar manfaat, bukan banyak istirahat. 

Menjaga akal dengan mengasah terus belajar, hadir di majelis ilmu. Menjaga jasad dengan memakan makanan bergizi, olahraga walau hanya beberapa menit. Begitupun dengan hati, dijaga dari iri dan dengki. Memperbanyak mendengarkan nasihat untuk mencharger hati yang sudah mulai lowbet dari cahaya ilahi. 

Sebab jika hanya akal dan jasad yang dijaga, tapi hati dibiarkan begitu saja, maka seseorang akan lupa pada sang pencipta. Jika hanya menjaga akal dan hati, maka seseorang akan digerogoti oleh penyakit, meskipun pada kenyataannya ia pintar dan ta'at. Begitupun juga, jika hanya menjaga hati dan jasad, maka seseorang hanya taat dan sehat, tapi tidak punya ilmu, bisa dibodohi, bahkan menjadi sumber kerusakan karena ketidaktahuan. 

Ibnul Jauzi dalam Shoidul Khotirnya menulis tutorial membagi waktu, "menuntut ilmu dengan terus menghafal sampai umur 40 tahun. Mengarang kitab dan buku di umur 50 tahun. Selain mengarang, juga harus sambil mengajar dan sering mendengarkan Hadist hingga menjelang 70 tahun. Ketika lewat 70-an waktu yang tersisa digunakan untuk mengingat akhirat seraya mempersiapkan diri menuju alam keabadian. " 

Jadi tidak ada istilah istirahat di masa tua. Justru, produktivitas manusia berada di masa tua, karena di masa muda telah kenyang ilmu, pengalaman, hikmah dan kebijaksanaan. Maka dari itu maksimalkan akal, jasad dan juga hati untuk selalu bermenfaat. 

Baginda Nabi Muhammad Saw berada di puncak produktif di usia 40 tahun. Potensi Baginda melejit hingga punya empat branding Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah. Di umur ini pula baginda membersamai ummat membangun masjid, menyampaikan risalah, berstrategi, berpolitik, bahkan turun ke Medan peperangan. 

Mari kita lihat jejak As-Sabiqunal Awwalun. Mereka semua banyak berkontribusi di masa tua. Sayyidina Abu bakar Ash-Shiddiq mampu menstabilkan ummat yang kala itu banyak murtad setelah wafatnya Baginda, karena tidak mau membayar zakat. Sayyidina Umar mampu melakukan ekspansi besar-besaran lintas benua di masa yang sudah tua. Sayyidina Utsman bin Affan mampu membuat gebrakan luar biasa dengan memodifikasi Mushaf Al-Qur'an. Kholid bin Walid yang dijuluki "Sang Pedang Alloh" memimpin ratusan peperangan juga di usia senja. 

Begitupun dengan kaum perempuan, Ibunda Kita Sayyidah Khodijah Al-Kubro. Di usianya yang sudah tidak lagi muda mendampingi awal-awal dakwah Baginda yang banyak kecaman, intimidasi bahkan buron mau dibunuh oleh Kafir Quraisy. Tapi ummuna mampu membersamai, menguatkan, dan mendukung Dakwah suaminya. 

Sayyidah Aisyah Ulama perempuan pertama membangun universitas pertama di Madinah, menjadi guru besar bagi ribuan mahasiswa dari berbagai macam penjuru. Lulusannya bukan main; Ahli Tafsir, Ahli Hadits dan berbagai macam ilmu pengetahuan. Sepertiga agama bersumber dari intelektual muslimah yang satu ini. 

Mari belajar dari masa depan seperti kebanyakan orang belajar dari masa lalu. Sebagus apa masa depan manusia kelak bergantung bagaimana mendesainnya hari ini. Jangan sampai saat raut wajah sudah keriput, rambut memutih tidak menghasilkan prestasi dan karya apa-apa sehingga tidak ada kontribusi sama sekali untuk diri sendiri, lingkungan, bangsa dan Agama. 

UINSA 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILUSI SUKSES DI MASA MUDA

Keinginan untuk senantiasa hidup dalam keemasan masa muda mengendap dalam benak manusia sejak dahulu kala. Banyak dongeng diceritakan dari generasi ke generasi tentang air berkhasiat, benda ajaib, obat spesial, atau makhluk gaib yang jika kita menemukan dan menggunakannya, akan kembali muda dan kuat. Tujuannya agar bisa mengulang kesukesan dan kesenangan saat kondisi tubuh sangat fit. Sebagian lagi ingin mendapat kesempatan kedua untuk berbuat hal berbeda dan mencapai impian terpendam.  Namun, banyak orang meyakini kembali muda melawan hukum alam sesuatu yang mustahil terjadi. Ada pula yang percaya bakal ada teknologi untuk mencapai itu, tetapi belum akan terwujud dalam waktu dekat. Meski demikian, pemuja masa muda tak surut. Masa muda telanjur diyakini sebagai masa krusial yang menentukan seluruh hidup kita selanjutnya merana atau bahagia. Muncullah target pencapaian di usia tertentu. Usia sekian harus lulus sarjana, bekerja mapan, punya rumah, menikah, dan berkeluarga. Perempuan ...

PEREMPUAN DAN PANGGUNG SPIRITUAL

Dulu, perempuan rahasia langit. Langkahnya pelan, tunduknya dalam. Ia dilukis dalam sejarah sebagai simbol kelembutan. Bukan dijadikan objek dan dieksploitasi di altar pertunjukan yang katanya majelis sholawat. Perempuan sudah kehilangan eksistensinya dari penjaga nurani menjadi pelayan euforia.  Mereka menutup aurat, yes betul. Tapi hanya sekedar bungkus. Isinya goyang ngolek, goyang keramas. Dua istilah yang lebih cocok muncul di warung remang-remang daripada di acara yang konon katanya mejelis cinta Nabi.  Dalam pemikiran Simon de Beauvoir: "Perempuan tidak dilahirkan sebagai objek, tapi dibuat menjadi objek oleh struktur budaya". Tapi hari ini, di pentas absurd mereka bukan hanya menjadi objek. Tapi mereka sendiri yang mejadikan objek sebagai dalih ekspresi iman.  Gerakan tubuh yang menggeliat di atas panggung bukan bentuk ekspresi spiritual. Itu adalah penghinaan simbolik pada kemulian perempuan. Lantas, di mana rasa malunya? Di mana harkat dan martabatnya? Apakah me...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...