Ketika datang bulan kelahirannya, saat itu, aku bertanya-tanya, bagaimana menangis setiap kali mendengar bacaan Maulid Simtut Duror karena cinta dan rindu. Saat mencoba menjalankan anjuran-Nya (Semampu saya), membaca dan memahami perjalanan hidupnya, tapi masih saja dalam hati ini rasa cinta tak utuh.
Ketika Sayyidah Aisyah meminta kepada Baginda untuk didoakan. Kemudian Baginda berdoa, "Ya Alloh, ampunilah Aisyah atas semua dosa-dosanya, yang akhirnya hingga yang akan datang, yang ia lakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka.”
Mendengar doa yang dipanjatkan oleh Nabi, lalu Baginda bertanya, “Apakah doaku menggembirakanmu?” Sayyidah Aisyah menjawab, “Tentulah aku gembira dengan doa Panjenengan. Kemudian Baginda menegaskan: “Demi Alloh, itulah doaku untuk ummat-Ku di setiap shalat." Padahal jarang sekali diri ini bersholawat kepada-Nya
Entah kenapa diri ini lebih mencintai pasangan, sahabat, pekerjaan ketimbang mencintai Baginda.
Entah kenapa air mata ini jarang sekali menangis karena rindu, padahal jauh sebelum manusia ada di muka bumi ini, Rosululloh SAW menangis, penuh dengan kerinduan dan khawatir menyimpang dari cahaya-Nya.
Entah kenapa dalam Sholat, tepatnya di Tasyahud menyampaikan salam, jarang sekali hati ini benar-benar rindu. Hanya sebatas lafadz di bibir.
Saat di atas kendaraan dengan rute Madura - Surabaya, di sana ada lelah, letih, berselimut angin malam, berkawan dengan badan remuk dan menahan kantuk. Saat mau mengeluh diri ini sadar, "Oh Seperti ini berjuang di jalan kebaikan, rasanya sulit sekali. Terus bagaimana dengan Baginda dalu ya?". Di sana aku melihat cinta Baginda.
Saat mencoba memerangi lelahnya jiwa, membalas cemoohan orang lain dengan kebaikan. Saat mencoba tidak mudah baper, sebab kinerja tidak sesuai ekspektasi; sedih dan ngilu akhirnya diri ini sadar "Bagaimana Baginda dulu yang usahanya berbalas lemparan batu, hingga mengucur darah dari pelipisnya." Di sana aku melihat cinta Baginda.
Saat mencoba memimpin menyampaikan nilai-nilai kebaikan, merasakan sulitnya menggerakkan diri dan teman seperjuangan menyelesaikan masalah dan menjawab tantangan, menguatkan jiwa dan bangkit kembali dari kegagalan, akhirnya diri ini tersadar, "Oh seperti dahulu Baginda memimpin pasukan di medan perang antara hidup dan mati." Di sana aku melihat cinta Baginda.
Ternyata dari lelah, letih, sulit dan berat, rasa cinta tumbuh begitu hangat. Kemudian saya tersadar, "jadi begini ya Rosululloh. Haru membuncah, betapa cintanya teramat sangat dalam kepada Ummat-Nya. Entah seperti apa rasa cinta dan rindu dipupuk oleh para As-Sabiqunal Awwalun yang sudah berlari, berjuang, berkorban membela Rosululloh Saw sepenuh jiwa dan raga.
Catatan Mtz.
Komentar
Posting Komentar