Ketika masih kecil, banyak yang ingin segera dewasa, karena sepertinya bebas tanpa pantauan orang tua dan bisa jalan kemana-mana. Tapi ketika sudah bertemu dewasa, ternyata tidak sedikit yang ingin kembali ke masa kecil, masa yang katanya tanpa beban. Ah.... Manusia memang tidak pernah puas dan bersyukur.
Menjadi dewasa ternyata tidak senyaman yang sempat diinginkan waktu kecil. Janji-janji diri jika sudah dewasa begitu sangat membara, ternyata beberapa kali diputuskan oleh realita kehidupan dengan jerat-jeratnya. Dulu, ketika melihat orang dewasa sekolah rapi dengan dasi di dada, pakaian putih, celana hitam dan sepatu super ngecis betapa batin ini meronta-ronta kapan ya saya seperti mereka. Rasanya waktu ingin diputar dengan cepat.
Dulu ingin menjadi orang pintar, cerdas dan bisa semua bidang. Berjanji akan belajar dengan tekun tidak boleh ada waktu sisa, tapi ternyata sekarang sudah mulai hitung-hitungan, mengonversi segalanya dengan materi dan pahala.
Saat ini, ketika dewasa itu menghampiri, kesibukan yang mengharuskan menjalani banyak peran baru yang menyita waktu. Rasanya diri ini sudah mulai lelah dan berpikir. Mungkin lebih baik jika fokus pada satu peran saja, sisanya bisa santai-santai, tapi menyelesaikan satu proyek kebaikan menuju proyek kebaikan yang lain mewah sekali, seperti memenangkan pertempuran menuju pertempuran lainnya.
Dulu begitu sangat bahagia karena masih bisa berbagi dengan apa yang dimiliki. Merogoh kantong saku, sambil merelakan keinginan-keinginan terpendam. Ketika bertemu dewasa kesempatan berbagai itu datang, ada kebutuhan untuk bayar uang UKT (Uang Kuliah Tunggal), tanggungan dan keinginan di masa depan. Saat itu sudah mulai berpikir, mungkinankah jerih payah ini akan terbagi?
Saat bertemu dewasa, teladan As-Sabiqunal Awwalun semakin sangat jauh terasa.
Apakah manusia yang berangkat berperang meninggalkan hektar ladangnya yang siap panen. Apakah itu seorang remaja yang umurnya masih 12 tahun sudah hafal Al-Qur'an dan di umur 21 tahun bisa meluaskan wilayah dari Mediterania Timur hingga ke semenanjung Balkan.
Apakah dia pemimpin yang tidak semena-mena dengan mengambil keuntungan sepeserpun dari jabatannya, hingga untuk prosesi pemakamannya sendiri harus meminjam kepada orang lain.
Lihatlah bagaimana orang yang sudah di usia senja tapi semangat juangnya tidak pernah surut sedikitpun. Dalam sepanjang perjalanan raihlah dakwahnya lintas daerah, kota bahkan negara meskipun harus memakai kursi roda.
Lihatlah bagaimana Perempuan dengan kedua matanya sendiri menyaksikan suami dan anaknya tewas terbunuh di Medan perang. Bahkan ia sendiri yang mengangkat kedua jasad ke atas kuda untuk dimakamkan sebagai Syuhada'. Kata-katanya yang paling menggetarkan hati, "Musibah terbesar jika manusia agung terluka, selain itu hanyalah musibah kecil". Alloh.....
Lihatlah perempuan cantik, kaya raya dan mulia, tapi di akhir hidup ia ringkih badannya, kecantikannya memudar, hartanya habis, bahkan dengan tegar ia berkata, "Berjanjilah, kalau aku mati, gali tulangku. Jadikan alat untuk engkau menyebrangi lautan, menyebarkan cahaya Islam".
Mereka semua Real, bukan hanya omong kosong belaka dan cerita fiksi. Hanya aku di sini yang sudah terlalu lama diam, santai, lalai hingga tertinggal jauh sekaki. Seketika tersadar dan tertunduk malu dalam kesunyian.
Nyatanya diri ini masih belum apa-apa, belum melangkah, belum berjuang, belum berdarah dan masih belum kemanapun. Mereka semua berjasa dan mereka selesai.
Wahai raga yang diselimuti rasa kemalasan, bangkitlah kembali. Melangkahkan kaki dengan menapaki lebih kokoh pandangan ini masih jauh mewujudkan mimpi yang mengangkasa. Berharap semoga mampu menjejak langkah As-Sabiqunal Awwalun yang sudah terlalu jauh berlari meninggalkan diri ini.
Untuk yang sedang bertemu dewasa bertemu realita. Meskipun tertatih oleh idealita dan dipukuli beberapa kali oleh kenyataan pahit, hiduplah hidup dan terus bangkit. Bersinarlah lagi, merangkai perjalanan hidup yang Alloh Ridhoi.
Catatan Mtz
Komentar
Posting Komentar