Di dunia ini, dari jumlah populasi manusia yang berjuang, sedikit sekali yang bersabar. Dan dari mereka yang bersabar, hanya sedikit yang bertahan sampai akhir perjalanan, alias kemenangan. Begitulah kira-kira pejuang kemerdekaan Indonesia di zaman dahulu, mengusir tentara Sekutu tanpa pernah merasa lelah dan letih, apalagi sampai mengeluh.
Coba bayangkan kalau sampai mereka ngeluh dan tidak mau melanjutkan perjuangan. Mungkin saat ini masyarakat Indonesia tidak akan merasakan sekolah dan ibadah dengan damai, aman tanpa peperangan. Enak kan?
Nenek moyang memerdekakan dengan lantang maju ke depan garis perbatasan. Menembus pertahanan tentara Sekutu dengan tangan menggenggam batu dan bambu runcing maju berbalas peluru. Berurai air mata dan meneteskan darah.
Tanah tercinta yang saat ini menjadi tempat tinggal 275 juta jiwa telah mengalirinya darah-darah nenek moyang kita. Mereka rela pasang badan dengan senjata seadanya melawan tentara Sekutu demi kemerdekaan Republik Indonesia tercinta. Maka sangat tidak pantas rasanya, mereka berjuang tumpah darah jiwa dan raga.
lah... Generasinya hari ini hanya membalas menyusun kata-kata, merangkai bait indah sedemikian rupa sudah menamatkan dirinya pembela negara. Apa-apaan sih?
Apakah fenomena di atas jelek? Tentu tidak. Cuma kurang pas saja. Leh, terus yang baik seperti apa? Melanjutkan visi dan misi mereka meskipun kontribusinya sangat sedikit, tapi setidaknya mau berjuanglah. Mendoakan mereka dengan doa terbaik yang syahid dalam pertempuran.
Mengartikan kemerdekaan pasti tidak lepas dari "Perjuangan". Sebagai regenerasi, pemuda hari ini, telah hilang daya juangnya.
Menahan masa sebentar rasa lapar, sudah berteriak mencari makanan di mana dan menggerutu tanpa henti. Merasakan lelah, letih dan susahnya masa belajar, mengeluh tiada ujungnya. Tidak tahan dalam perjuangan memilih menyudahkan sekolahnya.
Maka dari itu, mari mulai dari skala kecil, yakni memerdekakan diri sendiri, fikiran dan juga hati. Memerdekakan diri dari kekolotan halusinasi. Memerdekakan pikiran dari kejumudan. Dan terakhir memerdekakan hati dari dengki, iri dan semua penyakit hati yang sering merasuki.
Perayaan hari kemerdekaan sikap nasionalisme berkontribusi terhadap kemajuan peradaban negara tercinta. Memerdekakan negara dari musuh Hoaks yanh sering kali memecah belah persatuan bangsa. Memerdekakan juga bisa menandakan kebesaran untuk melakukan kebajikan yang menfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat Umum.
Itu semua bisa bermodal ibu jari dengan memenfaatkan platform digital masing-masing, memberikan aura positif, melawan hoaks, menghalau ajaran radikalisme dan liberalisme yang selama ini menjadi momok bangsa Indonesia. Mari generasi muda, bangkit bersama karena Indonesia bangsa besar yang tidak bisa hanya dilakukan oleh satu orang. Bergandengan tangan untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.
Apabila semuanya sudah dilakukan penuh keikhlasan dengan akhlak mulia seperti yang dilakukan oleh para pendiri bangsa, Mari sejenak membuka mata, tiupkan debu dan buka kembali lembaran kertas sejarah yang sudah berdebu karena sudah lama tidak pernah dibaca. Oea, langitkan juga doa-doa terbaik kepada mereka yang tidak pernah disapa.
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 77. Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat!
Catatan Mtz
Gedung Madrasah Tsanawiyah
17 Agustus 2022.
Komentar
Posting Komentar