Saat perempuan hanya menjadi pelayan suami, berjibaku dalam urusan rumah tangga, pergaulannya terbatas, tidak leluasa menuntut ilmu, ada perempuan di zaman dulu yang semangat dan tekadnya tidak pernah padam sekalipun.
Sebagai putri bangsawan, kecerdasannya terlihat sangat menonjol. Akan tetapi, impiannya untuk bersekolah harus terkubur oleh tradisi, bahwa anak perempuan tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Ia harus tinggal di rumah untuk dipingit, untuk kemudian dijodohkan dengan calon suami.
Ketika keinginan untuk terus belajar dan menambah wawasan terbentur oleh kultur untuk memperdalam rahasia-rahasia agung dari benda langit (Al-Qur'an) ia merasakan kehampaan dalam beragama karena hanya belajar mengeja dan membaca.
Pernah suatu ketika perempuan ini meminta guru ngajinya mengartikan Al-Qur’an, ia justru dimarahi. Kemudian tanggal 06 November 1899 dia menyampaikan keluh kesahnya kepada salah satu sahabat yang ada di Negara lain melalui surat yang di tulis sendiri.
Isi surat yang dikirim, “Al-Qur’an terlalu suci untuk diterjemahkan dalam bahasa apapun juga. Disini orang juga tidak tahu Bahasa Arab. Disini orang diajari membaca al-Qur’an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Saya menganggap itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang dibacanya”.
Setelah beberapa lama kemudian, dia bertemu dengan sosok Kyai besar yang baru pulang dari Tanah suci Mekkah. Bukan hanya kezuhudan, tapi kealiman Kyai besar ini sudah masyhur di pelosok negeri. Ya maklum, kyai ini kan guru besar dari dua tokoh besar juga, pendiri Organisasi besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Beliau adalah Kiai Sholeh Darat
Konon kitab tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab yang berjudul Faidur Rahman Itu atas inisiatif dari sang perempuan bangsawan kepada gurunya Kyai Sholeh Darat.
Setelah masa itu, ia kembali menuturkan dalam suratnya: “Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami”.
Terbitlah terang ! Lewat Kalam-Nya, Alloh menginginkan hamba-Nya untuk tidak pasrah pada keadaan, Alloh ingin hamba-Nya berjuang melawan segala kelemahan yang menjadi penyakit semua orang. Memilih bermenfaat, memilih kuat dan memilih berdampak.
Alloh menginginkan semua hamba-Nya bangkit saat terpuruk seraya meyakini akan ada solusi selama Al-Qur'an ada di hati. Alloh menginginkan hamba-Nya mencerahkan hati yang sudah hitam pekat oleh maksiat, mensucikannya hingga terang benderang dengan cahaya ilahi-Nya.
Karya "Habis Gelap Terbitlah Terang" (Door Duisternis tot Licht) yang ditulis Kartini, diyakini akibat pengaruh guru yang sangat ia hormati selama mengaji Al-Qur’an. Besar kemungkinan, kemampuan Kartini mengolah kata dan bahasa didapatkan dari pengajian kitab Faidur Rahman bersama Kiai Sholeh Darat.
Menjadi kebanggaan masyarakat tidak harus selalu bermuara pada revolusi atau perlawanan fisik yang berdarah-darah. Menggerakan literasi seperti yang dilakukan Kartini juga bukan perkara mudah di saat rakyat pribumi masih terbelenggu dengan kebodohan dan kemiskinan.
Loka coffe
27 Muharrom 1444 H
Komentar
Posting Komentar