"Apa yang engkau tanam hari ini, itulah yang akan kau tuai di kemudian hari". Biasanya pribahasa di atas disalahartikan oleh mereka yang menginginkan resep kesuksesan instan. Padahal sejatinya mereka sedang hidup dalam angan-angan.
Adagium populer di atas juga sering disalahpahami oleh mereka yang ingin sukses tanpa melalui proses. Mereka lupa kalau dalam menanam ada proses menyiram, merawat dengan baik, bijinya unggulan dan ditanam di tanah yang subur.
Maka tidak heran, pejuang bermental letoy berhenti di pertengahan karena tidak sabar dengan ujian-ujian yang membentang sepanjang perjalanan. Mayoritas pemula takjub pada kesuksesan seseorang yang gemilang penuh dengan prestasi.
Padahal, jika seandainya pelajar tahu proses panjang hingga orang sukses menjadi seperti sekarang, mungkin ia tidak akan pernah berharap menjadi seperti dirinya. Para pelajar terpesona dengan prestasinya saja, tapi mereka tidak mengetahui proses panjang di baliknya. Bagaimana batu itu ditempa menjadi permata.
Kalimat kutukan yang sering digunakan oleh pejuang garis letoy adalah "Saya tidak mampu". Padahal kalimat tersebut selalu menjerumuskan semangat, kemampuan dan daya pikir. Kalimat di atas juga bisa mengunci potensi yang dimiliki dan memenjarakan orang tersebut dalam ketidakberdayaan. Naudzubillah
Mari lihat bagaimana roda perjalanan para pejuang yang tidak pernah baperan, kagetan, Inseceure-an. Dimulai dari manusia paling agung sepanjang sejarah peradaban manusia; Baginda Nabi Besar Muhammad Saw. Beliau mampu menghujamkan Islam kokoh di semenanjung Arab dan memberikan pendidikan kuat kepada sahabatnya hingga ada ekspansi besar-besaran lintas benua.
Coba lihat milyaran, triliunan bahkan tidak terhitung jumlahnya menyungkurjan kepalanya memuji tuhan-Nya yang maha perkasa. Berpasrah dan berserah menyembah tuhan-Nya yang maha esa setidaknya lima kali sehari.
Intinya jangan terburu berkata "Saya tidak mampu". Seperti Baginda Rosululloh Saw yang disebut nama-Nya setiap saat, dengan kaki berlumuran darah hingga gigi gerahamnya pecah, berjalan bertatih-tatih, menjadi bulan-bulanan oleh masyarakat Toif, beliau merundung duka, lalu matur Kepada Alloh, "Aku tidak mampu". Rosululloh Saw justru semakin melancarkan aksinya dan menyusun lapisan strategis.
Atau saat pada peperangan Uhud yang menewaskan paman Baginda Rosululloh Saw dan hampir saja nasib Baginda Rosululloh Saw di ujung maut, karena pasukan tiba-tiba tidak menurut. Baginda tidak putus asa dan berkata "Saya tidak mampu untuk melanjutkan perjuangan ini". Coba bayangkan jika seandainya Rosululloh Saw bersabda demikian. Mungkin Ummat-Nya yang saat ini makan enak, tidur nyenyak, rumah megah mobil mewah tidak akan merasakan itu semua; kaya dengan iman masih tetap di dada.
Umar bin Khottab yang sudah sukses memperluas wilayah Islam, dieluh-eluhkan sampai saat ini dan dicintai oleh rakyatnya. Siapa bilang dia presiden yang hidup dengan protokoler, di rumahnya ada pembantu, makan dengan beraneka macam makanan. Tidak ! Beliau tidur di alas yang jauh kata mewah, bersumpah tidak ingin makan minyak samin kalau Ummat-Nya masih ada yang kelaparan. Padahal waktu itu, bawahannya banyak yang merasakan kenikmatan. Tapi beliau lebih memilih untuk hidup jauh dari kata sederhana, karena beliau paham perjuangan membutuhkan pengorbanan.
Kholid bin Walid yang dijuluki sebagai "Pedang Alloh", sebuah Laqob atau julukan istimewa bagi pejuang sejati; legenda militer. Dalam peperangan Mu'tah bagaimana beliau mengatur strategi perang mulai dari posisi pemanah, berkuda, penghunus pedang beliau lakoni semuanya.
Di bawah kepemimpinannya, pasukan Islam mengalami kemenangan-kemenangan yang gemilang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Namun siapa yang tahu di balik kepiawaiannya memainkan pedang dan kemampuannya dalam mengatur strategi perang. Betapa siang dan malamnya tidak tidur ia korbankan untuk berpikir, berkontemplasi dengan riset mendalam demi menciptakan hasil yang maksimal. Bagaimana pula ia mengambil keputusan jenius dalam kondisi mendesak.
Atau seperti Sa'ad bin Abi Waqosh, saat tangannya berdarah, ototnya keram, kulitnya terbakar matahari, tangisannya di malam hari karena tidak kunjung mahir, ditambah lagi gojlokan teman-teman di sekitarnya karena tidak pernah berhenti berlatih memanah. Di saat suasana seperti itu, tidak pernah keluar kalimat "Saya tidak mampu". Bahkan sebab kamahirannya berlatih tanpa kenal waktu, menjadikannya pemanah ulung yang lesetan panahnya tidak pernah gagal. Hal ini karena beliau sudah berlatih setelah ribuan kali tanpa kenal lelah.
Belajar dari manusia-manusia agung dengan segudang prestasi dan pengalaman mengiris hati. Tapi hasilnya islam menghujam sampai saat ini, bahkan juah dari ekspektasi. Sejatinya kegagalan dalam perjuangan itu ada mulai dari dulu, bukan hanya saat ini. Tapi jangan terburu-buru bilang " Aku tidak mampu", menyerah, mundur, berhenti, apalagi sampai tidak mau bangkit lagi.
Saat pejuang yang setengah-setengah bilang tidak mampu, jangan-jangan dia memang tidak mau. Atau ketika bilang tidak bisa, jangan-jangan mereka hanya belum mencoba dan berlatih sebanyak mereka. Atau jangan-jangan mereka salah mengeja kesalahan dengan kemalasan.
Kegagalan hari ini mungkin karena tidak ada target, rencananya kurang matang, usahanya kurang hebat dan sabarnya kurang kuat. Sebelum kegagalan dan menyengsarakan abadi, maka harus mengusahakan yang terbaik dan menjadi pemenang abadi di kemudian hari.
Masjid Jami'An-Nashor kompleks Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan Madura.
14 Muharrom 1444 H
Catatan Mtz .
Komentar
Posting Komentar