Pribahasa populer, "Jika orang tua jatuh ke dalam sumur, anak sibuk mencari tangga untuk menolongnya. Berbeda jika anak yang jatuh ke dalam sumur, orang tua langsung terjun bebas untuk menyelamatkannya." Orang tua tidak berpikir dua kali ketika anak dalam keadaan darurat, mereka spontan akan menyelamatkan meski nyawa yang harus dipertaruhkan.
Hal seperti ini tidak pernah terlintas dalam pikiran sering dikerjakan oleh orang tua, mereka rela mengorbankan nyawa asalkan sang anak tetap baik-baik saja. Ini menjadi salah satu wujud cinta dan sayang orang tua kepada anaknya. Di saat bahaya mengancam, orang tua hadir dengan gagah berani menjadi perisai sang buah hati.
Di tengah-tengah problematika hidup yang datang silih berganti. Belum juga selesai masalah yang satu, datang masalah baru. Tidak bisa dipungkiri, sebagai fitrah manusia, pengorbanan dan perjuangan akan senantiasa mewarnai kehidupan sehari-hari. Terutama orang tua, masalah datang bukan hanya dari satu sisi, melainkan dari semua arah. Kadang masalah dirinya sendiri belum juga kunjung menemukan jalan keluar, datang masalah yang lain; baik dari pekerjaan, anak dan masalah-masalah lain.
Kehidupan ini sangat keras, mereka yang tidak bisa menyikapi dengan tenang akan digilas oleh keadaan. Orang tua sebagai sosok tangguh mampu bertahan menyelesaikan beban yang amat sangat berat. Mereka tetap sabar dan ikhlas walaupun badai masalah besar sedang menerjangnya. Bukan hanya itu, keteguhan hati orang tua, tidak lain disebabkan keimanan yang kokoh karena disandarkan kepada sang maha sempurna.
Perjuangan mereka tidak bisa digantikan dengan apapun. Meskipun pada kenyataannya, mereka tidak pernah meminta balasan. Mungkin bisa dibuktikan dengan cara bertanya kepada ibu sebagai orang yang paling dekat sehari-hari, "Ibu, berapa kali hati ibu cemas karena keadaanku?" Ibumu pasti hanya tersenyum.
Atau juga bisa ditanyakan kepada ayahmu yang merupakan kepala rumah tangga, banting tulang siang dan malam untuk mencari nafkah, "Yah, seberapa berat, lelah dan letih dirimu mencari uang?" Pasti jawaban ayahmu tidak jauh berbeda dengan reaksi ibumu, ayah hanya akan tersenyum.
Mereka berdua ikhlas tidak meminta uang ganti rugi karena sudah jarang tidur malam saat dirimu sakit, meninggalkan pekerjaan saat mereka dibutuhkan di pesantren untuk menghadiri rapat Wali Santri serta kelelahan dan keletihan lain karena kepentingan dirimu. Mereka menampakkan senyum terpancar dari raut wajahnya yang sudah mulai keriput, menandakan bahwa mereka ikhlas melakukan segala yang dikerjakan.
Betapa cinta dan sayangnya orang tua sehingga ia mengorbankan jiwa dan raganya untuk anak-anaknya. Mereka tidak ingin melihat anaknya bersedih, apalagi sampai bahaya mengancam. Juga tidak membiarkan anak-anaknya berdiri dengan hati telanjang tanpa menggunakan perisai apapun.
Dalam memperjuangkan dunia pendidikan, mereka tidak pernah putus asa, ikhlas dan berkorban agar bisa seperti anak-anak lain pada umumnya. Yakni, menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Mereka juga hadir di garda terdepan dengan tenaga ekstra mempertaruhkan nyawa. Asalkan anaknya menjadi anak yang dibanggakan, berguna dan bahagia.
Maka sudah semestinya, seorang anak sadar kalau selama ini merekalah orang tua yang sudah menjadi perisai Dzohiron Wabatinan (Luar dan dalam). Pengorbanan dan perjuangannya yang besar harus menjadikan anak sosok yang bisa membahagiakan dan membanggakan mereka di hari tua, bahkan setelah kembali ke haribaan sang maha pencipta dan bisa mempersembahkan mahkota terbaik di surga-Nya Alloh suatu saat nanti. Aamiin
Catatan Mtz
Perpustakaan Umum Al-badar
05 Muharrom 1444 H.
Komentar
Posting Komentar