Langsung ke konten utama

APA ARTI SEBUAH KULIAH?

Salah satu teman di kelas bertanya, Kenapa sampean tidak berkenan jika meletakkan title Starata 1-nya, bahkan beberapa kali dicoret? Karena saya sudah berjanji pada diri saya sendiri dan berkomitmen untuk tidak menyandingkan title S1 di belakang nama sebelum selesai S2, saya mencoba menjawab rasa penasaran mereka. 

Mendengar jawaban saya yang spontan, sekilas mereka mengangguk dan berkata, Oooo, gitu ki ! Kemudian saya melanjutkan, "Berbeda ketika ditakdirkan selesai S2, mungkin berkomitmen tidak meletakkan title S2 sebelum selesai S3. Terus sampai prof, Ir, menjadi orang baik dan terakhir menjadi orang yang bermenfaat bagi orang lain." 

Hakikat dari kuliah adalah belajar bukan mencari sederet gelar, maka dari itu, bukan kuliah yang menjadi penting, tapi yang paling penting adalah belajar, belajar dan terus belajar. Bukankah belajar seperti halnya membaca, menulis untuk menghasilkan karya tidak harus di bangku kuliah, iya kan ?

Ada sebagian mahasiswa terlena dengan statusnya sebagai mahasiswa, tapi kenyataannya malas membaca, menulis, berlatih, apalagi berkarya, meskipun yang sedang menulis tak kunjung selesai karyanya. Berbeda dengan Mahasiswa di era Sahabat yang budaya literasinya tinggi tak tertandingi. Proyeknya bukan receh, yakni memimpin proyek mushaf Al-Qur'an dengan mendatangkan tiga Narasumber untuk mengkonfirmasi kevalidan setiap Ayat Al-Qur'an. Mahasiswa itu bernama Zaid bin Tsabit. 

Jabir bin Abdulloh rela berjalan kiloan meter mendatangi rumah sahabat Rosululloh Saw hanya untuk satu Hadist. Atau seperti Ibnu Sina kegigihan belajarnya membaca buku 50 kali. Karena tak kunjung mengerti, beliau membaca lagi. Bukan kan main mahasiswa zaman Old? 

Di Era abad ke 8, Islam berada di puncak kejayaan. Para pelajar berbondong-bondong dari seluruh dunia, lintas benua, lintas agama ke kota Baghdad. Ya.... Kota Baghdad menjadi kiblat ilmu para pelajar dunia kala itu, perpustakaan berisi ribuan buku yang menjadi tempat nongkrongnya mahasiswa. Definisi nongkrong ala mahasiswa dulu sampai nginep, bukan pas minjam buku, terus pulang. Wkwkkwkw.

Dunia literasi mahasiswa zaman Old tidak seperti sekarang. Mereka patut disebut dengan Agent of Change dan Agent of Social Control. Yakni perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan memberikan manfaat serta menjadi pengontrol untuk dirinya sendiri, orang di sekitarnya dan untuk negara. Sebab kegigihan inilah kemudian memancar cahaya gemilang dari kota Baghdad menyinari bumi dengan ilmunya yang bisa dirasakan sampai saat ini. Mulai dari ilmu Astronomi, Kedokteran, matematika, teologi, fisika, kimia dan ilmu-ilmu yang lain. 

Tidak seperti mahasiswa Era sekarang, menuntut ilmu diukur dengan materi dan posisi ketika lulus nanti. Kalau mahasiswa zaman Old, belajar bukan karena sederet gelar. Tapi tujuan mereka belajar untuk mengabdi, memberi menfaat lebih banyak menjadi penyambung risalah para Nabi dan mengharap Ridho ilahi. 

Bahkan sampai ada transliterasinya loh ! Para pelajar dari berbagai negara menerjemahkan karya bahasa Arab ditranslite ke bahasa daerahnya untuk diajarkan setelah pulang ke negaranya masing-masing. Begitupun dengan pelajar muslim, mereka menerjemahkan karya-karya fenomenal bangsa Yunani ditranslite ke bahasa Arab. 

Seratus tahun lamanya transliterasi ini berlangsung hingga terjadilah ledakan ilmu pengetahuan yang memancarkan cahayanya ke kota Baghdad. Sekali lagi, meskipun mereka sudah memberikan kontribusi yang besar dan dampaknya sangat dirasakan hingga saat ini, mereka tidak pernah sedikitpun merasa berjasa, apalagi sampai jumawa, karena ini memang peran-nya sebagai Khilafah di muka bumi. 

Saat pasukan tar-tar yang dipimpin Hulagu Khan memporak-porandakan Baghdad. Para pasukannya membuang buku-buku yang berada di perpustakaan itu ke sungai Tigris. Ribuan ilmu dihambur-hamburkan ke atasnya, bertumpuk menjadi jembatan kuda menyebrang air. Seketika air yang semula putih menjadi hitam. 

Maka tidak heran, saat abad ke 11, saat Andalusia runtuh, Reconquista Kristen Spanyol membakar satu juta buku sehari di lapangan Granada. Jutaan ilmu itu terbakar Bertebrangan menjadi abu dibawa angin menyesakkan penduduk kota. Begitulah gambaran mahasiswa zaman Old kegilaan membaca hingga melahirkan karya besar begitu melimpah ruah. 

Bukan hanya Tokoh-tokoh besar luar negeri saja, pendahulu kita juga tidak ada kuliahnya, tapi perihal membaca mereka jadikan sebuah kewajiban. Termasuk Ulama' Nusantara Syaikh Nawawi al-Bantani yang dijuluki Ulama Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), membacanya dari rumah ke Masjidil Harom. Hebat kan? Ulama kita dahulu tidak membiarkan rutinitas sehari-hari pergi tanpa menulis, membaca dan menebarkan cinta. Wih..... Kerren 

Kalamnya Syaikh Muhammad bin Ismail Az-Zain Al-Yamani Al-Makki yang sering dikutip oleh Fadilatus Syeikh Rkh Moh Muddatstsir Badruddin, "Ilmu itu bisa diperoleh dengan cara belajar." Jadi meskipun kuliah jadi mahasiswa, tapi santai-santai tidak belajar, ya... tetap saja bodoh. 

Sejatinya kuliah hanyalah wadah untuk memaksa dan mendengarkan dalam kelas, yang terpenting adalah belajar. Mayoritas dari mereka belajar karena aturan kampus dan tugas-tugas dosen. Jadi yang paling baik adalah tidak terikat aturan dan tugas dosen. Belajar dijadikan penting karena untuk masa depan sendiri.

Lantas bagaimana dengan anjuran intelektual muslim kuliah itu penting? Mayoritas masyarakat atau instansi zaman sekarang bukan lagi mendengar apa yang dibicarakan, tapi siapa yang berbicara. Jadi sepintar apapun akan kalah dengan yang memiliki title. Hah kok bisa? Ya.... Memang begitu faktanya. meskipun sedikit, kan juga harus dipertimbangkan. 

Bagi yang mapan secara finansial meskipun potensi pas-pasan lebih baik kuliah setinggi-tingginya, kejar gelar sebanyak-banyaknya diimbangi dengan kualitas yang tinggi dan baik pula. Bagi yang belum mampu, tidak usah Inseceure dan putus asa sampai berhenti belajar. Ulama' kita banyak yang hebat tanpa gelar kok ! Mengutip dauh KH. Husein Muhammad, "Orang yang bergelar belum tentu pintar. Pun, orang yang tidak bergelar bukan berarti dia bodoh."

Catatan Mtz 
Gedung Madrasah Tsanawiyah
Komplek Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen. 
15 Muharrom 1444 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NIKAH DI USIA MUDA?

Di kampungku, perjodohan sesuatu yang sudah menjadi tradisi. Perjodohan menjadi salah satu alasan karena takut hilang hubungan keluarga atau lebih mempererat hubungan bisnis. Tapi apakah benar nikah di usia muda merupakan solusi?  Panutan ummat Islam, manusia Suci Manusia paling agung Baginda Nabi menikah di usia yang cukup muda, yakni di umur 25 tahun. Sebagai ummat Islam, menikahnya Baginda Nabi di usianya pasti banyak kebaikan. Banyak juga pasangan yang berhasil nikah di usia muda. Namun juga tidak bisa dipungkiri, jika dilihat fenomena hari ini banyak masalah yang ditimbulkan sebab nikah muda. Mulai mayoritas putusnya pendidikan, finansial dan perceraian dini.  Begitupun dengan menunda-nunda pernikahan merupakan langkah yang tidak baik. Di antaranya ialah menimbulkan masalah besar seperti sulitnya mengontrol syahwat dan terjadinya normalisasi perzinahan, pencabulan, perselingkuhan yang sering diberitakan di media sosial atau Media massa. Jika sudah fenomena lingkungan suda...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...

MENGHILANGKAN STIGMA GEN Z

Generasi Z sering kali menjadi subyek perdebatan hangat di tengah derasnya arus perubahan zaman. Masyarakat, terutama generasi sebelumnya, kerap kali memandang gen Z dengan sorotan kritis.  Mereka melabeli generasi muda ini sebagai generasi lemah yang terlalu fokus pada kesehatan mental. Ada juga yang bilang mereka generasi instan yang menginginkan segalanya serba cepat. Bahkan, melabeli dengan sebutan generasi stroberi yang dianggap enak dilihat, kreatif, tetapi rapuh alias mudah hancur. Fokus genZ pada kesehatan mental itu sebangun dengan anggapan bahwa mereka demen healing. Ini kemudian mengarahkan generasi lain untuk menyebut gen Z sebagai kelompok yang tak mampu bekerja di bawah tekanan. Generasi Z atau gen Z adalah generasi yang muncul setelah gen Y. Banyak yang melihat secara berbeda tentang tahun lahir gen Z. Umumnya mencakup mereka yang lahir dari pertengahan hingga akhir 1990-an sampai awal 2010-an. Secara lebih spesifik, banyak ahli dan peneliti menetapkan rentang tahun ...