Hidup ini indah jika dijalani tanpa didikte orang lain, tentram tanpa mendengarkan ejekan dan ghibahannya. Ketika seseorang tampil di depan umum hanya untuk mendapatkan simpati dan pujian, maka ia sudah keluar dari dirinya yang sebenarnya, berpura-pura baik, pura-pura ganteng, pura-pura pintar dan pura-pura lain.
Memaksakan diri menjadi orang lain itu melelahkan karena harus berkamuflase. Di rumah menjadi pribadi yang biasa-biasa saja, tapi ketika keluar berlagak sok pintar. Lantas setelah pujian dan sanjungan orang-orang yang sebenarnya tidak berhak didapatkan menjadikan ia senang berkepanjangan? Atau malah sebaliknya, petaka yang sebentar lagi akan menghampiri?
Menjadi diri sendiri itu bahagia tanpa mendengarkan ejekan dan ghibahan orang di sekitar. Fokus menjadi manusia berkualitas dengan tidak menjadikan omong kosong sekitar sebagai perioritas. Setiap makhluk bernyawa pasti tidak akan sepi dari yang namanya pujian dan cacian bukan? Ketika mendapatkan kenikmatan berupa sanjungan jangan mudah baper, jangan-jangan itu cara setan untuk membuatnya puas diri dan terlena. Begitupun sebaliknya, ketika mendapatkan cacian dan makian, mungkin itu cara Alloh SWT menaikkan derajatnya melalui cacian orang lain.
Jika mendengar suara alam alias ghibah biarkan saja. Anggap itu anugrah terindah dan bukti bahwa Alloh menciptakan makhluknya berbagai macam jenis. Sebuah makhluk yang sangat kritis, cerdas dan lebih tahu dari orang yang dibicarakan. Tapi sebagai makhluk berkualitas, harus senantiasa mengambil menfaat. Meskipun itu dari orang yang tidak disenangi. Di dalam hidup terkadang kita perlu menerapkan kaidah para ulama ini,
" خذ ما صفا ودع ما كدر "
Jika itu masih ada nilai baiknya maka ambillah pelajaran dan selain itu tinggalkanlah"
Memposisikan diri pada situasi nyaman, damai, adem dan tentram tanpa mendengarkan usikan siapapun. Biarkan mereka berbicara sesuatu sampai berbusa. Toh, alasan kita bertindak bukan karena respon mereka yang antipati. Kalau katanya Ning Zulfa, "Mau dicaci yang tetap sholat, mau dikritik yang tetap makan, mau dihujat tetap bahagia." Bertindak bagaimanapun dan bersikap seperti apapun tetap saja kita tidak bisa memaksa orang lain untuk suka. Maka jalan terbaiknya adalah tutup telinga atas ejekan dan ghibahan.
Waktu kita terlalu mahal untuk disibukkan mendengar kritikan yang cenderung menjerumuskan. Seperti contoh, ketika lebih fokus omongan orang yang menyebabkan hati terjatuh dan berhenti untuk melakukan kegiatan yang menfaat. Karena sudah jelas, apabila selalu memikirkan komentar orang, maka sungguh akan menjadi tawanannya.
Teruslah berbuat baik, melakukan tugas tanpa mendengarkan komentar-komentar ghaib. Hilangkan semua apa yang membuat panik dengan sholat, membaca kitab atau buku, menonton YouTube konten berfaidah serta berteman dengan orang-orang yang pikirannya positif tidak mudah membicarakan orang lain.
Melatih diri untuk senantiasa melakukan apa yang bermanfaat, karena sejatinya tidak akan ada jalan selamat dari perkataan pahit manusia. Memaksa semua orang untuk suka dengan tindakan yang kita lakukan merupakan sesuatu yang tidak tercapai. Jika hanya karena dibicarakan jelek orang lain sedih dan tidak mau bertindak, kapan suksesnya apa yang direncanakan. Maka dari itu saatnya tutup telinga, paksa dan kuatkan hati untuk menerima dan dijadikan bahan evaluasi untuk penguatan diri menjadi hamba yang dicintai.
Catatan Mtz
Gedung Madrosah Wustho.
20 Dzul Hijjah 1443 H
Komentar
Posting Komentar