Langsung ke konten utama

MEMBACA SEBAGAI PRIMADONA

Berawal dari percakapan saya dengan perempuan yang akrab disapa "Putri Button" mengungkapkan gejolak hatinya. Ia berkata, "Mas, khulo bukan cuma cemburu bila ada orang yang lebih perhatian ke sampean, pada buku yang sering sampean baca saja khulo sangat cemburu, karena sampean lupa kalau khulo pulang dari Pondok." Sontak saya terkejut, "Hah, benarkah apa yang saya dengar ini?". Lantas saya bertanya, "Sampean kok keluar bahasa seperti itu?" Enggak, spontan saja karena memang sikap sampean demikian. Jawabannya. Ini Reel no fiksi.

Setelah percakapan itu, saya menceritakan tentang sosok perempuan yang sangat cemburu pada suaminya karena kurang diperhatikan. Al-Khotib dalam Karyanya Al-Jami' Li Akhlaq Ar-Rowi Wa As Sami' mencantumkan satu riwayat Zubair bin Abu Bakr berkata, "Keponakan-ku telah berkata kepada keluarga kami,' pamanku adalah lelaki yang paling baik pada keluarganya, tidak mempermadukan istrinya dan tidak membeli budak perempuan (untuk dinikahi). Namun di lain waktu istrinya mengeluh, "Sungguh buku-buku ini sangat berat bagiku daripada 3 perempuan yang dia jadikan madu bagiku." 

Membaca sudah pasti menjadi kebutuhan, yang namanya kebutuhan tentu harus dipenuhi. Sebagai penikmat kopi yang sibuk membaca lika-liku semesta dengan akal luar biasa gila, yang dengan membaca mampu menguak rahasia-rahasia semesta, kita harus menjadi pemuda yang kuat dan tumbuh berkembang dengan membaca, bukan leha-leha. Mengutip kalimatnya Najwa Shihab, "Membaca itu bikin kita bahagia."  

Seketika teringat tokoh besar, guru bangsa Almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Ketika beliau masih kuliah di Kairo Mesir, hampir dengan kata lain berani berkata seluruh buku di perpustakaan universitas di sana sudah dibaca. Apakah beliau ini tidak tidak pantas disebut "Gila Baca"? Atau lebih tepatnya pembaca buku kelas kakap. 

Banyak dari kalangan ulama terkemuka yang selalu membawa buku ataupun beberapa bagian buku yang hendak dipelajari, kemana pun mereka pergi. Hal tersebut merupakan luapan cinta untuk membaca, sekaligus menunjukkan besarnya perhatian mereka terhadap waktu. Bahkan tidak sedikit ulama dahulu bisa lepas dari buku yang ia baca. Al-Hafizh Jahizh dalam karyanya Al-Hayawan menuturkan bahwasanya dia mendengar Hasan Al-lu'luai berkata, "Selama 40 tahun, aku tidak tidur siang ataupun malam, serta tidak beristirahat sambil bersandar kecuali ada sebuah buku yang tergeletak di atas dadaku." 

Tidak sampai di situ, kegilaan ulama salaf dalam membaca kitab nyaris tidak akan ditemukan pada abad modern ini. Jiwanya yang selalu ingin mengetahui, tidak pernah kenyang menelaah ilmu, tidak letih belajar dan tidak pernah berhenti mengkaji. Bahkan sampai terjatuh sakit lantaran menyingkirkan buku dan tulisan dari sisinya pada akhir masa akhir hidupnya. 

Beliau adalah Ibnu Taimiyah orang yang berpandangan tajam, meskipun mengetahui banyak hal, beliau tetap mencurahkan jiwa dan keinginannya untuk ilmu. Sampai-sampai beliau tidak berhenti mengkaji dan menyusun kitab sepanjang hidupnya; baik ketika di syam maupun di Mesir dan ketika berada di dalam penjara maupun di rumah. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Muhammad Kholil Al-Harras. 

Dalam kesempatan lain, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam karyanya Roudhoh Al-Muhibbin menuturkan bahwa Abdurrahman Ibnu Taimiyah saudara gurunya; Ahmad Ibnu Taimiyah meriwayatkan dari bapaknya, Abd Halim, dia berkata, "Dahulu kakekmu, Abul Barokat, apabila mau masuk WC untuk buang hajat, maka beliau menyuruhku untuk membacakan suatu kitab dengan bacaan yang keras agar dia bisa mendengar." 

Di saat ada di kamar mandi tidak bisa membaca, sebagai bentuk Takdziman, beliau menyuruh orang lain untuk membacakan isi kitab yang sebelumnya dia baca. Bagaimana kemudian mereka tidak menjadi orang besar, banyak pengikutnya? Perhatikannya terhadap ilmu dan kegilaannya dalam membaca sudah mendarah daging, bukan lagi kebutuhan, tapi sudah kewajiban 'Ain. 

Minat baca yang menggila di atas nyatanya tidak bisa dilestarikan saat ini. Secara khusus di Negara kita tercinta. Padahal dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Tapi faktanya, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. 

Maka sudah menjadi kewajiban bersama, untuk menyadarkan generasi penerus akan pentingnya khazanah peninggalan karya ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan terdahulu. Sebab, khazanah tersebut merupakan intisari pemikiran mereka selama berabad-abad, serta hasil kodifikasi dan begadang mereka selama bertahun-tahun. 

Apabila generasi muda harapan bangsa berhasil mencetak orang-orang yang gemar membaca, maka segala macam ilmu akan menyertai mereka. Sebaliknya, jika tidak mampu mencetak generasi membaca, maka apalah artinya sarana yang berhamburan tadi, sementara orang yang akan memenfaatkannya tidak ada. 

Imam Ibnul Jauzi mencela lemahnya semangat sehingga menyebabkan hilangnya banyak kitab ilmu terdahulu. Beliau berkata, "Semangat ulama terdahulu sangat tinggi, buktinya adalah karya-karya tulis yang merupakan hasil jerih payah mereka dalam jangka waktu yang lama. Namun demikian, banyak karya mereka lenyap karena lemahnya semangat generasi selanjutnya." Lemahnya semangat membaca dan menuntut ilmu merupakan sebab utama lenyapnya sebagian besar aset ini. Selain itu, ketidaktahuan dan ketidaksadaran terhadap nilai serta terjadinya berbagai perang dan bencana juga menimbulkan pengaruh lain yang tidak bisa diremehkan. 

Akhiron, Membaca harus menjadi kewajiban individu, sebab kehidupan antara manusia sebagai warga dunia dipersatukan dengan ilmu pengetahuan. Mungkin banyak cara untuk menggapainya, tapi membaca justru sebagai primadona tidak bisa dibiaskan begitu saja. Terlebih negara kita ini negara minat baca terendah di dunia tapi berkomentar di medsos paling tinggi di dunia. Apanya yang mau dikomentarin kalau tidak membaca?

Catatan Mtz
Sunan Ampel 05
13 Dzul Hijjah 1443 H. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NIKAH DI USIA MUDA?

Di kampungku, perjodohan sesuatu yang sudah menjadi tradisi. Perjodohan menjadi salah satu alasan karena takut hilang hubungan keluarga atau lebih mempererat hubungan bisnis. Tapi apakah benar nikah di usia muda merupakan solusi?  Panutan ummat Islam, manusia Suci Manusia paling agung Baginda Nabi menikah di usia yang cukup muda, yakni di umur 25 tahun. Sebagai ummat Islam, menikahnya Baginda Nabi di usianya pasti banyak kebaikan. Banyak juga pasangan yang berhasil nikah di usia muda. Namun juga tidak bisa dipungkiri, jika dilihat fenomena hari ini banyak masalah yang ditimbulkan sebab nikah muda. Mulai mayoritas putusnya pendidikan, finansial dan perceraian dini.  Begitupun dengan menunda-nunda pernikahan merupakan langkah yang tidak baik. Di antaranya ialah menimbulkan masalah besar seperti sulitnya mengontrol syahwat dan terjadinya normalisasi perzinahan, pencabulan, perselingkuhan yang sering diberitakan di media sosial atau Media massa. Jika sudah fenomena lingkungan suda...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...

MENGHILANGKAN STIGMA GEN Z

Generasi Z sering kali menjadi subyek perdebatan hangat di tengah derasnya arus perubahan zaman. Masyarakat, terutama generasi sebelumnya, kerap kali memandang gen Z dengan sorotan kritis.  Mereka melabeli generasi muda ini sebagai generasi lemah yang terlalu fokus pada kesehatan mental. Ada juga yang bilang mereka generasi instan yang menginginkan segalanya serba cepat. Bahkan, melabeli dengan sebutan generasi stroberi yang dianggap enak dilihat, kreatif, tetapi rapuh alias mudah hancur. Fokus genZ pada kesehatan mental itu sebangun dengan anggapan bahwa mereka demen healing. Ini kemudian mengarahkan generasi lain untuk menyebut gen Z sebagai kelompok yang tak mampu bekerja di bawah tekanan. Generasi Z atau gen Z adalah generasi yang muncul setelah gen Y. Banyak yang melihat secara berbeda tentang tahun lahir gen Z. Umumnya mencakup mereka yang lahir dari pertengahan hingga akhir 1990-an sampai awal 2010-an. Secara lebih spesifik, banyak ahli dan peneliti menetapkan rentang tahun ...