Seringkali tidak bisa diketahui dengan pemahaman dan nalar berpikir pada umumnya, sebagian ulama terdahulu mempunyai cara-cara unik dalam membersihkan hati dengan menguji keteguhan dan ketulusan santri-santrinya. Tentu hal ini tidak lepas dari maksud dan tujuan mulia. Seperti yang apa yang pernah menimpa pada Habib Ali Bin Abdulloh As-Seggaf.
Habib Ali Bin Abdulloh As-Seggaf ketika jauh-jauh datang dari Hadramaut ke malibar untuk berguru kepada Habib Ali Bin Abdulloh Al-'Aydrus. Sesampai di depan rumah gurunya seraya mengucapkan salam, kebetulan sang guru sedang makan di lantai dua memerintahkan Khoddamnya melihat siapa yang ada di depan pintu. "Seorang pencari ilmu dari seiwun Hadramaut, namanya Habib Ali As-Seggaf." Jawab Khoddamnya. Mendengar jawaban penuturan sang Khodam, Habib Ali Bin Abdulloh Al-'Aydrus mengambil air bekas cuci tangannya dan memberikan pada Khoddamnya, "Ambil air ini dan siramkan". Tanpa pikir panjang, sang Khoddam mengambil air kobokan itu dan menyiramkannya ke tubuh Habib Ali As-Seggaf dari lantai dua.
Setengah jam kemudian Habib Ali Al-'Aydrus memerintahkan Khoddam untuk melihat apakah orang itu masih ada di bawah. Setelah melihat ke bawah, ternyata Habib Ali As-Seggaf masih berdiri tegak di depan pintu, malahan menunduk penuh Takdzim. Kemudian sang Khoddam melaporkan apa yang dilihatnya kepada Habib Ali As-Seggaf, "Pemuda itu masih ada di bawah" Habib Ali As-Seggaf menyuruh kepada sang Khoddam untuk membukakan pintu untuk calon santrinya. Sebab keteguhan dan ketulusannya inilah, Habib Ali Bin Abdulloh As-Seggaf menjadi salah satu murid kesayangan dari Habib Ali Al-'Aydrus.
Pendidikan merupakan kebutuhan individu. Seseorang tidak akan bisa membaca, tanpa pernah mengenyam dunia pendidikan atau melalui proses pendidikan. Jika seseorang tidak bisa membaca dan berbicara karena sejak lahir tidak ada yang mengajari membaca dan berbicara, lantas bagaimana mungkin ia mendapatkan informasi dan bagaimana nasib kehidupannya, maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap individu untuk mendapatkan pendidikan dan menuntut ilmu seluas-luasnya. Sebagaimana bunyi Hadits Nabi Muhammad Saw:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
"Mencari ilmu wajib 'Ain bagi setiap orang islam laki-laki dan perempuan." Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad Saw juga menyampaikan:
اطلبوا العلم ولو بالصين
“Tuntutlah ilmu, walau ke negeri China” (Diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman, No. 1612)
اطلب العلم من المهد إلى اللحد
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.
Tentang dunia pendidikan tidak akan lepas tentang proses mendidik dan proses belajar, karena pondasi yang menjadi dasarnya menentukan tujuan akhirnya. Jika pendidikan hanya bertujuan untuk mencetak orang yang mampu bertahan hidup, maka monyet juga mampu bertahan hidup tanpa proses belajar. Jika pendidikan bertujuan mencetak orang pintar, maka robot-pun mampu menjadi pintar tanpa harus belajar. Jika pendidikan bertujuan menjadikan individu menolong sesama, maka hewan-pun bisa saling tolong menolong. Kalau tidak percaya, banyak video di YouTube tentang hewan yang menolong hewan lain.
Secara garis besar, seorang penuntut ilmu atau yang dikenal dengan istilah "Santri" berada di pesantren bukan hanya berkewajiban belajar mengajar dan mengisi kepala dengan ilmu dari kitab-kitab klasik karya ulama salaf, melainkan proses menjadi manusia sejati dengan budi pekerti luhur seperti para pendahulunya. Yang mana menjadi tujuan utama adalah adab yang menjadi asas dari pendidikan, bukan tiga hal yang disebutkan di atas.
Seseorang yang beradab akan menjauhi sesuatu yang tidak bermenfaat, apalagi sampai merugikan orang lain. Jika peserta didik diajarkan adab terlebih dahulu sebelum ilmu, maka tidak akan ada orang pintar suka mengelabui orang lain dengan kepintarannya dan orang cerdas yang tidak percaya pada Tuhannya. Itulah fungsi adab bagi para pelajar, agar ilmu yang didapat tidak disalahgunakan dan menyesatkan.
Konsep pendidikan dalam islam secara umum dan pesantren secara khusus adalah konsep pendidikan ideal. Adab dijadikan sebuah landasan dasar sebelum pelajar menerima ilmu. Bila diibaratkan adab sebuah wadah dan ilmu adalah volume yang mengisinya. Jika wadahnya bersih dan kokoh, maka ia akan mampu menampung volume sebanyak-banyaknya dan akan menghasilkan hasil yang bersih pula.
Mengutip kalam Imam Abdulloh Al -Haddad, "Orang yang menuntut ilmu diibaratkan orang yang membawa wadah untuk meminta madu, jika ia membawa wadah yang kotor, apakah sang pemilik madu akan menuangkan madu untuknya? Tentu akan menyuruh untuk membersihkannya terlebih dahulu". Ilmu laksana madu dan hati penuntut ilmu adalah wadah untuk menampaninya.
Akhiron, adab sangat erat hubungannya dengan kondisi hati yang dikeluarkan dengan perkataan dan perbuatan. Jika isi hati positif dan bersih dari segala macam kotoran, maka setiap apa yang keluar akan berdasarkan ilmu dan hikmah. Jika dalam hati sudah kotor, maka yang keluar hanya iri dan dengki. Alias akhlak tak terpuji. Betapa banyak orang yang berilmu dan beradab mengaplikasikan ilmunya menjadi manusia terbaik di hadapan Alloh SWT dan manusia lainnya. Begitupun sebaliknya, betapa banyak orang yang berilmu, tapi tidak beradab hanya mendatangkan murka Alloh SWT dan manusia lainnya.
Catatan Mtz
12 Dzul Hijjah 1443 H.
Komentar
Posting Komentar