Hidup ini adalah anugerah dari sang pencipta sehingga mewajibkan semua manusia untuk senantiasa bersyukur; bersyukur atas segala Rohmat-Nya, atas Ridho-Nya dan nikmat-nikmat yang tidak terhitung jumlahnya. Maka dari itu, setiap makhluk hidup pasti mengaggap hidup ini adalah nikmat di atas hamparan kasih dan cinta-Nya.
Rasa optimis adalah ciri-ciri manusia cerdas, menjalani kehidupannya dengan menikmati dan mensyukuri bukan mengeluh sana-sini. Kehidupan dibaca sebagai bentuk tanggung jawab dan penghormatan yang berakhir dengan kebahagiaan. Orang yang senantiasa optimis tidak pernah memandang hidup ini sebagai suatu hal yang berat, sulit dan sarat kepedihan yang berakhir dengan kematian.
Dalam sebuah Hadist Nabi dijelaskan: Rosululloh bersabda: "Ciri-ciri orang cerdas adalah orang yang bisa menundukkan hawa nafsunya serta beramal untuk kehidupan selanjutnya". Oleh sebab itu, hidup yang sebentar bisa dijadikan kesempatan untuk menyalamatkan diri dari kecelakaan setelah kematian. Sebab, kematian tak ubahnya orang yang belanja di supermarket untuk bayar ke kasir. Yakni menunggu antrian. Maka dari itu bagaimana kiranya kesempatan yang sedikit bida dimanfaatkan dengan baik.
Optimis dalam hidup sering kali mengantarkan pribadi seseorang pendangannya cerah menyongsong masa depan. Mereka meyakini bahwa kehidupan di dunia ini hanya translet menuju alam keabadian. Karena mereka paham bahwa kematian bukanlah kepunahan, melainkan proses transmisi dari satu tempat ke tempat yang lain.
Berbeda dengan orang pesimis dalam hidupnya, justru melahirkan ketidakpastian, ketidaktenangan dan penyesalan. Baik di masa muda, maupun di masa tua. Orang pesimis biasanya mengandalkan bahasa andalannya "Selagi masih muda, kita lakukan apa saja yang menyenangkan hati". Dia tidak acuh pada kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Sebagian lain memandang hidup ini adalah beban, meyakini bahwa mereka diciptakan untuk menderita sehingga tidak jarang memilih jalan kematian sebagai satu-satunya pilihan agar terbebas dari penderitaan.
Mengutip Sabda Rasululloh Saw:
"Barang siapa berperilaku baik dalam islam, maka dia mendapat pahala dan pahala orang lain yang ikut mengerjakannya, tanpa berkurang sedikitpun. Dan barangsiapa yang berprilaku buruk dalam islam, maka dia akan mendapat dosa dan dosa orang lain yang ikut mengerjakannya, tanpa berkurang sedikitpun." (HR. Imam Muslim).
Hadist di atas memberikan kesan yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Bagaimana amaliah yang dikerjakan di dunia tidak akan pernah hampa, setelah kematian merenggut nyawanya. Sebagaimana bunyi Hadist:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله عليه وسلم اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث: صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له (رواه المسلم)
Dari Abi Huroiroh RA. Nabi bersabda: Jika seorang putra Adam meninggal, pekerjaannya terputus kecuali tiga: amal berkelanjutan, ilmu yang bermanfaat baginya, atau anak shalih yang memanggilnya (diriwayatkan oleh Muslim). Kamatian memang perkara sudah pasti, tapi bukan berarti kematian menghentikan segalanya. Ada harapan besar untuk menuai kebaikan di dunia. Tidak harus berbentuk materi, amaliah kita yang baik dan bisa memotivasi orang lain adalah bagian dari investasi masa depan.
Akhiron, Islam mengajarkan pemeluknya untuk senantiasa senang bershodakah dengan sesuatu yang menfaatnya terus dirasakan oleh orang lain (Amal Jariyah). Hal ini merupakan investasi amal yang akan terus mengalir meskipun orang tersebut sudah meninggal dunia. Harta yang digunakan untuk kepentingan Ummat seperti memperbaiki jalan, membangun masjid dan Madrosah pahalanya akan terus mengalir selagi hal-hal di atas masih dirasakan menfaatnya oleh orang lain. Termasuk amal yang pahalanya mengalir adalah mencontohkan teladan yang baik bagi generasi selanjutnya. Jika kita bukan dari kalangan orang kaya dan bukan orang berilmu cukup menjadi orang baik yang bisa ditiru oleh orang lain sebagainya representasi dari Hadist yang menjelaskan amal Jariyah.
Catatan Mtz
20 Dzul Qo'dah 1443 H
Loka coffe
Komentar
Posting Komentar