Kehilangan orang tua memang menjadi kehilangan yang teramat pedih. Saya pikir, seiring berjalannya waktu yang merangkak maju rasa kehilangan dan ditinggalkan akan semakin pudar. Ternyata tidak, justru semakin lama semakin sedih, semakin sedih dan semakin meronta-ronta setiap kali melihat pusaran beliau berdua.
Abah dan ummi bukan hanya meninggalkan cinta, kasih dan sayangnya. Tapi juga meninggalkan ilmu dan nasehat berharga. Beliau berdua laksana lentera di kegelapan selalu menerangi putra-putrinya. Tapi setelah kembali ke haribaan, lentera cinta itu mulai redup dan hanya tersisa petuahnya menguatkan hati kami. Abah dan ummi adalah sosok penyayang, yang selalu mengajarkan kami untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya sampai tamat dan menjadi ustadz, menghadapi permasalahan dengan tenang, berhadapan dengan orang-orang harus sopan." Petuah inilah yang terus kami pegang teguh.
Bagi saya pribadi abah dan ummik tidak pernah pergi, beliau berdua kekal di hati. Abah dan Ummik hanya pulang ke rumah barunya. Maka dari itu kami harus senantiasa mengunjunginya. Sesuai pesan beliau, "Jangan lupa setiap saat, setiap waktu, di manapun dan kapanpun untuk mendoakan abah". Begitupun pesan Ummik, "Kalau Ummik tidak ada jangan sampai tidak ke makamnya ummik". Sejak ummik wafat dan ditambah lagi Abah Alhamdulillah saya masih tetap Istiqomah ke makam ummik pas ada kesempatan pulang dari pondok pesantren. Sebab kami kangen....
Setiap kali ingin ke makamnya ummik dan abah, rasa senang, bahagia dan gembira menyatu. Senang karena bisa sowan dan bahagia karena bisa curhat. Tapi setelah sampai ternyata nangis, baca Yasin dan Al-Mulk mata sudah merah, baca tahill sambil air mata berderai-derai, doa sambil kepala merebah di pusaran beliau berdua. Isak tangis itu masih belum usai. Padahal sudah lama ummik pergi. Tapi cengengnya belum juga hilang.
Dulu pas ditinggal Ummik nangis karena ditinggal, tidak kuat menanggung sepi dan sedak di dada. Tapi kali ini ditambah lagi dengan kehilangan abah. Ingat betapa dalam kasih sayang beliau berdua; menyekolahkan, menaruh kami di pondok pesantren selama belasan tahun, mendukung minat bakatnya. Terbukti dengan dauh-,dauh beliau, "Mat harus sekolah terus dan lanjut S2. Masalah biaya insya Alloh ada".
Belum sempat beliau menyaksikan kami wisuda starata 1, dan sekarang kami akan lanjut S2. Semoga kami bisa mengemban amanah dan bisa mewujudkan mimpi-mimpi beliau berdua. Satu hal yang sangat sangat ingat dari sosok beliau berdua adalah menjaga perasaan putra-putrinya. Termasuk juga selalu mensupport apa yang direncanakan anak-anaknya selagi itu baik dan bisa bermenfaat kepada orang lain.
Konon, anak bungsu yang ditinggalkan abah uminya hatinya rapuh tinggal separuh dan butuh waktu cukup lama sampai hatinya kembali utuh; utuhnya dengan sering menziarohi Maqbaroh keduanya mengaji dan berdoa. Kepergian beliau berdua menyisakan luka yang entah kapan bisa sembuh. Tapi kami masih punya doa yang terus terhubung dengan beliau berdua. Sekarang, hanya doa menjadi satu-satunya yang bisa kami lakukan untuk membuktikan bakti kami kepada beliau berdua yang sangat-sangat kami sayangi.
Kalau ternyata tulisan ini berderai air mata, hal itu karena cinta kami kepada Ajunan berdua.
Catatan Mtz
22 Dzul Qo'dah 1443
Pusara Abah dan Ummik.
Komentar
Posting Komentar