Langsung ke konten utama

TREN BAHASA "TAHADDUS BIN NIKMAH"

Ketika bertemu dengan kawan lama rasa rindu ingin mengulangi masa lalu, seraya cerita-cerita pasca setelah pertemuan terakhir, mulai dari masalah rumah tangga, ekonomi, pekerjaan dan yang berhubungan dengan kesuksesan. Tapi ada hal unik yang sering sekali ditemukan. Yapz ketika ada orang ngobrol tentang pribadinya sendiri dengan mengawali, "Mohon maaf bukan sombong tapi Tahddus Bin Nikmah." Sebenarnya perkataan tersebut sudah sesuai apa tidak? Apa memang benar-benar tahaddus Bin Nikmah atau malah sebaliknya. Yakni "Membanggakan dirinya sendiri." 

Bercerita tentang kesuksesan meraih semua impian di depan teman, saudara ataupun orang lain pada hukum asalnya adalah mengantarkan dirinya pada yang namanya sombong, narsis dan penyakit hati. Dalam suatu hikayat Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah diminta untuk menyebutkan salah satu amalannya. Kemudian beliau menolak dan berkata, "Aku tidak mau menyucikan diri sendiri." Hingga beliau diingatkan dengan salah satu akhir Suroh Ad-Duha yang berbunyi, 
واما بنعمة ربك فحدث( الضحى : ١١)
Seketika itu beliau mau mengungkapkan, "Aku memberi baik diminta terlebih dahulu atau tidak."

Menceritakan kebaikan harus melihat situasi dan kondisi, tidak mudah diceritakan begitu saja. Ada rambu-rambu yang harus amati terlebih dahulu. Seperti contoh, seseorang dilarang menceritakan kebaikan jika di sekitarnya akan menimbulkan sifat iri dan dengki. Bahkan berujung bahaya pada dirinya sendiri. Sebagaimana Nabi Yusuf As dilarang menceritakan mimpinya oleh sang ayahanda kepada saudara-saudaranya. 

Jika tujuannya jelas, tidak akan menimbulkan Mudharot dan bisa menghasilkan maslahat, maka hukumnya boleh untuk menceritakan kebaikan agar menjadi ibroh kepada orang lain. Dan terpenting tidak didasari dengan hawa nafsu yang bermuara pada kesombongan. Ini yang terjadi bukan Tahaddus Bin Nikmah, tapi malah sebaliknya. Yakni ajang pamer kenikmatan. Nauzubillah.

Sebagai kesimpulan, penting bagi teman-teman untuk melihat situasi dalam menggunakan bahasa Tahaddus Bin Nikmah sebelum melakukannya, agar tidak terjebak oleh nafsu, sebab potensi besar kesombongan, sesumbar, riya' dan sejenisnya masuk melalui celah-celah Kalimat Tahaddus Bin Nikmah. So... Ternyata setelah diamati banyak mengandung stigma dan tidak tercapainya tujuan syariat, maka lebih baik tidak perlu menceritakan apa yang sudah diberikan oleh Alloh berupa kenikmatan, meskipun sudah diawali dengan kalimat, "bukan sombong, tapi Tahaddus Bin Nikmah." Bukankah Ihtiyaton itu lebih utama dalam suatu perkara yang masih bimbang. 

Catatan Mtz
Sunan Ampel 05
22 Sya'ban 1443 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILUSI SUKSES DI MASA MUDA

Keinginan untuk senantiasa hidup dalam keemasan masa muda mengendap dalam benak manusia sejak dahulu kala. Banyak dongeng diceritakan dari generasi ke generasi tentang air berkhasiat, benda ajaib, obat spesial, atau makhluk gaib yang jika kita menemukan dan menggunakannya, akan kembali muda dan kuat. Tujuannya agar bisa mengulang kesukesan dan kesenangan saat kondisi tubuh sangat fit. Sebagian lagi ingin mendapat kesempatan kedua untuk berbuat hal berbeda dan mencapai impian terpendam.  Namun, banyak orang meyakini kembali muda melawan hukum alam sesuatu yang mustahil terjadi. Ada pula yang percaya bakal ada teknologi untuk mencapai itu, tetapi belum akan terwujud dalam waktu dekat. Meski demikian, pemuja masa muda tak surut. Masa muda telanjur diyakini sebagai masa krusial yang menentukan seluruh hidup kita selanjutnya merana atau bahagia. Muncullah target pencapaian di usia tertentu. Usia sekian harus lulus sarjana, bekerja mapan, punya rumah, menikah, dan berkeluarga. Perempuan ...

PEREMPUAN DAN PANGGUNG SPIRITUAL

Dulu, perempuan rahasia langit. Langkahnya pelan, tunduknya dalam. Ia dilukis dalam sejarah sebagai simbol kelembutan. Bukan dijadikan objek dan dieksploitasi di altar pertunjukan yang katanya majelis sholawat. Perempuan sudah kehilangan eksistensinya dari penjaga nurani menjadi pelayan euforia.  Mereka menutup aurat, yes betul. Tapi hanya sekedar bungkus. Isinya goyang ngolek, goyang keramas. Dua istilah yang lebih cocok muncul di warung remang-remang daripada di acara yang konon katanya mejelis cinta Nabi.  Dalam pemikiran Simon de Beauvoir: "Perempuan tidak dilahirkan sebagai objek, tapi dibuat menjadi objek oleh struktur budaya". Tapi hari ini, di pentas absurd mereka bukan hanya menjadi objek. Tapi mereka sendiri yang mejadikan objek sebagai dalih ekspresi iman.  Gerakan tubuh yang menggeliat di atas panggung bukan bentuk ekspresi spiritual. Itu adalah penghinaan simbolik pada kemulian perempuan. Lantas, di mana rasa malunya? Di mana harkat dan martabatnya? Apakah me...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...