Setelah para guru akad; rasa galau, gundah dan resah menggerogoti pikiran saya sebagai kaum jomblo. Entah karena masih belum ada deadline untuk menuju ke perkawinan atau karena pasangannya tidak kunjung datang. Ah, tapi tidak apa-apalah. Saya pasrahkan semuanya pada goresan tinta takdir Alloh. Yang penting usaha dan doa terus dilangitkan.
Sebagai orang yang masih menuntut ilmu di pesantren menikah tidak harus menjadi fikiran utama. Meski pada hakikatnya menikah merupakan keharusan dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Tapi bagi seorang pelajar alangkah lebih baik fokus pada misi utama, yaitu mencari ilmu.
Imam Ibnu Al Jauzi dalam kitab Qimatuz Zaman berkata, "Seorang santri dalam menuntut ilmu hendaknya meniru Imam Ahmad bin Hambal yang menikah di usia 40 tahun." Sepertinya penulis ingin cepat-cepat, karena madzhab dalam menikah lebih memilih Syeikh Muhammad Sa'id Romadhon Al Buthi; menikah masa muda. Hehehhehe
Seiring berjalannya waktu yang merangkak maju, dilema cinta, pelaminan dan ngaji kerap kali mewarnai kehidupan muda-mudi zaman ini. Lebih-lebih di zaman yang serba tekhnologi, intraksi dua insan lebih mudah bergaul secara virtual. Tentu kemajuan teknologi ini tidak akan lepas dari sisi positif dan negatif, positifnya adalah kemudahan karena mengenal satu sama lain, sedangkan negatifnya adalah rasa cinta ternodai hitam pekatnya maksiat. Seperti berpacaran, video Call-an dan lain-lain yang mengarah pada stigma negatif.
Solusi terbaik adalah dengan memperbaiki kehidupan dan mempersiapkan kemapanan, Dzhohiron Wa Batinan. Apabila sudah siap dan mapan barulah sunnah melangkah menuju pelaminan yang sah. Insya Alloh dengan niat mengikuti Baginda Rasululloh Saw akan menarik keberkahan, Rohmah dan Maunah-Nya. Bukan dengan berpacaran yang dapat menjerumuskan ke jurang perzinahan dan Muqoddimahnya mengundang amarah dan siksa-Nya. Nauzubillah.
Menyimpan perasaan cinta pada sosok perempuan yang dicintai tatkala masih dalam masa menimba ilmu adalah lebih utama dari pada diutarakan. Simpan perasaannya dari orang lain, lebih-lebih dari sang pujaan hati. Sebab cinta memang soal rasa yang bukan untuk diungkapkan. Ibarat rasa manis madu yang bisa dipahami oleh dirinya sendiri, tidak bisa dipahami oleh orang lain walaupun sudah dijelaskan dengan kata-kata. Bukankah Ibnu Qoyyim menjelaskan, "bahwa seseorang yang mencintai atau merindukan orang lain, tapi dia tidak mengatakannya (diam-diam) sampai orang tersebut meninggal, maka dia mati dalam keadaan Syahid."
Tetap tenang di era para teman semua menikah, jangan dilema antara ngaji dan pelaminan. Fokus belajar jangan kepikiran hal-hal yang bukan waktunya. Insya Alloh takdir Alloh indah sesuai dengan rencana-Nya. Jika ada yang cocok, pasrahkan kepada Alloh, jangan menempuh jalan yang tidak diridhoi. Karena suatu yang mulia juga harus dilalui dengan cara yang mulia, bukan berhubungan atau bahkan memadu kasih sayang terlarang tanpa ikatan akad nikah yang sah. Karena banyak sekali muda-mudi saat ini terjerat dilema menikah tapi masih dalam masa pendidikan, hingga akhirnya memilih cara berpacaran bebas.
Sebagai kesimpulan; teruslah menuntut ilmu terlebih dahulu, masalah jodoh sudah ada yang memainkan perannya. Husnudzon seraya menyebut nama Alloh. Sebab di sana ada makna perjuangan, ada arti kesabaran, ada cita-cita, ada lukisan mimpi-mimpi yang abadi. Termasuk keinginanmu di masa depan mendambakan pendamping yang se-Frekuensi. Aamiin.
Catatan Mtz
Loka coffe
08 Sya'ban 1443 H.
Komentar
Posting Komentar