Jumat 15 Sya'ban saya ditakdirkan pertama kali oleh Alloh bisa mengunjungi Sidogiri, sekaligus tugas dari pondok pesantren tercinta penyerahan guru tugas dari pondok pesantren Sidogiri. Rasa senang dan haru bisa menginjakkan kaki pertama di pondok yang Sudah berumur 286 tahun. Eksistensi Sidogiri mempertahankan nilai-nilai salaf, tapi tidak konservatif dan tetap menyeimbangi perkembangan zaman yang serba Tekhnologi.
Salah satu kemajuan teknologi yang bisa terus dirasakan saat ini adalah mempermudah dalam segala kebutuhan, baik individu maupun kelompok. Termasuk transaksi jual-beli, management pendidikan, management pesantren dan kemudahan-kemudahan lain. Sidogiri bisa dibilang hebat. Kenapa demikian? Pesantren yang tidak ada sekolah formal, tapi sistem informasi dan kecanggihan teknologi jauh lebih dulu diterapkan dibanding pesantren-pesantren lain yang sudah mendirikan sekolah Formal. Bahkan tingkat perkuliahan mengundang Sidogiri Media untuk mengisi treaning tentang pengelolaan Media, penulisan dan lain sebagainya. Hebat kan !
Saat masuk area pesantren, saya melihat kiri kanan bagunan menjulang tinggi dengan warna cat sama, santri berjejer rapi menikmati sarapan pagi, di masjid dan asrama keriuhan lantunan bacaan kitab kuning dan ayat-ayat suci. Sungguh, nunasa pesantren yang sering diceritakan kyai sepuh waktu Muhadhoroh benar-benar terasa di pondok pesantren Sidogiri.
Meski gedung yang saya lihat tidak semegah dan semewah kampus di Surabaya. Namun cita-cita dan semangatnya sama. Setidaknya mencerdaskan kehidupan anak bangsa dengan berbudi luhur. Itulah yang sama-sama diharapkan.
Sidogiri memang dikenal dengan kesederhanaannya, kecuali cita-cita, Semangat dan perannya pada bangsa dan negara. Seiring perkembangan zaman, bangunan boleh berubah dengan gedung yang beraksen mewah. Tapi sekali lagi, soal cita-cita, semangat dan perannya pondok yang sudah mencetak jutaan Alumni ini tetap Istiqomah dan terus berkontribusi terhadap agama, nusa dan bangsa.
Sejarah seringkali memberikan pelajaran penting pada generasi setelahnya. Pada masa Rosululloh Saw dan Khulafaur Rasyidin bagunan yang menjadi tempat ibadah, pusat administrasi negara dan masjid sangat sederhana. Namun peran dan semangatnya menjadi sejarah peradaban bukan? Begitupun pesantren Sidogiri yang dulunya cangkruan, bangunannya pakai bambu, tempat belajarnya pakai rumbia. Tetapi kualitas santri dan alumninya amat sangat luar biasa bukan? Seringkali Kyai sepuh dauh, "Dulu Santri Sidogiri sedikit, tapi jadi kyai semua, menfaat semua ilmunya." Begitupun Sekarang Sidogiri menjadi kiblat pondok-pondok pesantren salaf dan non salaf.
Mengungkit-ungkit masa lalu tentang kualitas, bangunan dan metode pembelajaran; saya tidak sedang berfikir konservatif, tidak melek pada perkembangan zaman dan kemajuan, karena letak permasalahan bukan pada zaman, tapi diri kita sendirilah yang tidak mau berkembang. Seperti yang diungkapkan penyair Arab,
تعيب زمانا، والعيب فينا
"Kita seringkali menyalahkan perkembangan zaman. Padahal kesalahan itu terletak pada diri kita sendiri."
Sebagai kesimpulan; Sidogiri bukan hanya lembaga besar dengan ribuan bahkan jutaan santri. Tapi Sidogiri pusat peradaban kemajuan negeri ini. Khazanah keilmuan hasil karya ulama salaf terus dikaji menandakan kekayaan intelektual terus berkembang dalam diri santri Sidogiri.
Catatan Mtz
Sidogiri Pasuruan, 16 Sya'ban 1443 H.
Komentar
Posting Komentar