Malam ini adalah malam terakhir pelajaran selama satu tahun selesai. Tanpa terasa Kuartal dan ujian akan berakhir, kegiatan jam belajar di masjid, di astah, di kelas dan lain-lain hingga larut malam, keriuhan permohonan secara berjemaah di seperti tiga malam dengan munajat penuh pengharapan akan segera usai dan kembali belajar sesuatu asrama.
Ketika menemani kalian menelaah karya ulama salaf selama satu tahun nyatanya belum maksimal. Masih banyak kelalaian, kurangnya keistiqomahan dan kesabaran dalam membimbing kalian. Rasanya saya jauh dari definisi Ustad yang sesungguhnya keski kenyataannya tempat duduk di depan dan kalian di belakang.
Di saat saya membaca keterangan dari tokoh masyhur Imam Syafie dan Imam Robi' rasanya saya benar-benar tidak yakin kalau diri ini punya gelar ustad. Jauh dari gelar mulia nan terpuji yang sering kalian sematkan. Diceritakan dari Imam Qoffal bahwa Imam Syafi'i saat memberikan pelajaran kepada Imam Robi' sampai 40 kali. Itupun Imam Robi' masih juga belum paham. saking lemmotnya ! Hingga suatu ketika Imam Robi' beranjak keluar dari majelis ilmu Imam Syafi'i karena malu.
Sekaliber Imam Syafi'i, ulama tersohor di masanya, mujtahid Mutlak, sudah alim sebelum Baligh, cerdas dan berwawasan tinggi. Hingga Syeikh Abu Ubaidil Qosim berkata,
مارايت رجلا اعقل ولا اورع ولا افصح ولا انبل رءيا من الشافعي.
"Tidak aku dapati orang yang kebih cerdas, lebih waro', lebih fasih dan lebih cemerlang pandangannya daripada Imam Syafie."
Bukan seperti para pendidik pada umumnya, ketika ada murid yang lemmot dalam menangkap pelajaran kemudian ditinggalkan, dinasehati sambil kesal, mangkel dan lain-lain. Bahkan dipasrahkan kepada orangtuanya karena sudah tidak mampu mendidik putra-putrinya.
Imam Syafi'i justru menghampiri Imam Robi' yang ketika itu keluar dari kelas. Beliau mengajak imam Robi' ke tempat yang sepi dari keramaian teman-temannya. Mengulangi lagi dan lagi. Hingga pada akhirnya Imam Robi' mengerti dan paham.
Pada saat kuartal ketiga ini saya sering mangkel berujung ngambek karena anak sudah diterangkan, dibentuk halaqoh, ada jam tambahan tapi masih saja nilainya merah. Boro-boro sampai mengulangi 40 kali, diajak ke tempat yang sepi seperti yang terjadi kisah di atas. Yang ada di pikiran saya kapan bel 23:00 mau turun, secrol hp sambil tidur-tiduran.
Saat itu saya merasa bersalah, dzolim dan melalaikan kewajiban sesungguhnya sebagai pendidik. Mungkin bukan anak-anak kelas saya yang kurang mampu, tapi sayalah yang kurang fasih, kurang menguasai materi, atau kotornya hati hingga mereka menjadi korban keegoisan saya sendiri.
Seorang Alim Habib ahmad nin alwi As-Seggaf berkata, bahwa mengajar bagian daripada kualifikasi ilmu riyadoh, sejajar dengan ilmu Tashowwuf, politik dan arsitektur. Memang butuh kesabaran, ketelatenan, perhatian dan kesungguhan dalam membangun. Sebagaimana membangun hati, negara dan gedung. Begitupun membangun manusia yang notabenenya anak didik kita sebagai pemuda yang tumbuh menjadi harapan agama dan bangsa.
I D Wustho
Catatan Mtz, 04 Sya'ban 1443 H.
Komentar
Posting Komentar