Pada pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia, ummat Islam berada di puncak keyayaan atau yang dikenal dengan zaman keemasan. Di masa ini ulama-ulama yang dikenal selaras keabadian karyanya banyak melahirkan kitab-kitab melalui oretan penanya. Menjadi rujukan di zamannya dan terus dikaji lintas generasi hingga saat ini.
pada masa kepemrintahan Abu Jakfar Al-Mansur, hiduplah Imam Malik Bin Anas Bin Malik Bin Amr Al Syaibani lahir di madinah 711H 795H. Beliau hidup di zaman keemasan islam, dengan hasil oretan penanya melahirkan karya yang diberi nama Al-Muwattha yang menjelaskan tentang hukum-hukum islam. Kemudian pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid hidup ahli agama yang besar, yakni Imam Syafie dengan nama nama lengkap Abu Abdullah Muhammad Bin Idris As-Syafie Al Mutahallibi Al Qurasyi, beliau lahir di gaza pada atahun 767H 820 H, beliau adalah salah satu ulama yang sampai saat ini menjadi rujukan masyarakat di indonesia, khsusnya kaum santri, salahsatu karangannya adalah Ar-Risalah buku pertama tentang ushul fikih dan kitab Al-Umm yang berisi madzhab fikihnya yang baru. Dan masih banyak lagi ulama’-ulama yang terknal dengan oretan penanya dengan tetap berpedoman menorehkan apa yang terjadi di zamannya untuk bisa dinikmati di masa yang akan datang.
Hasil pemikiran ulama-ulama zaman dulu yang dibukukan sangat banyak tidak terhitung jumlahnya. Semuanya dituangkan melalui tulisan berbentuk buku dan kitab sebagai salah satu upaya intelektual. Hal itu dilakukan dalam rangka mewariskan ilmu pengetahuan kepada generasi selanjutnya. Maka kewajiban generasi saat ini adalah mempromosikan dan menjaga karya ulama kita dengan dibaca dan ditelaah, terus melestarikan khazanah tersebut yang merupakan intisari pemikiran beliau-beliau selama berabad-abad, serta hasil kodifikasi dan begadang beliau-beliau selama bertahun-tahun.
Menjaga dan melestarikan karya mereka bukan dengan mengoleksi di lemari sejajar rapi dan menghiasai. Lebih dari itu membangkitkan semangat ilmiah, menumbuhkan dan meninggikan cita-cita. Membaca dan mengambil menfaat dari kitab-kitab yang dibaca. Syukur-syukur disyarahi sesuai konteks yang terjadi di zaman ini. Hanya dengan cara inilah generasi bisa menjaga dan melestarikan hingga berkembang dan menjadi sempurna. Santri sebagai penerus tongkat estafet memotivasi untuk menghidupkan kembali dengan hasrat yang ada dalam dirinya sendiri. Karena santrilah yang lebih tahu nilai khazanah yang terkandung di dalamnya.
Catatan Mtz
16, Jumadis Tsani 1443 H.
Komentar
Posting Komentar