Di antara semua badan yang paling penting untuk dijaga adalah "Lisan", karena merupakan anggota tubuh manusia yang menimbulkan menfaat dan juga Mudhorot. Betapa sangat besar dampak dari lisan yang tidak bisa dijaga. Lebih-lebih sengaja mengatakan sesuatu yang tidak menfaat yang kembali pada dirinya sendiri ataupun orang lain. Menjaga Lisan laksana memelihara hewan buas yang sangat sulit untuk dijinakkan. Yang suatu saat bisa buas menerkamam pemiliknya.
Terkadang orang gampang mengucapkan, tapi sulit untuk menerima akibatnya. Banyak orang-orang yang tidak pernah sadar dengan apa yang diucapkan. Sekilas memang simple, lunak dan tidak terlihat membuatnya sering tidak dihiraukan dampak yang yang ditimbulkan. Pernah suatu ketika Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq meletakkan batu di dalam mulutnya, sehingga beliau kesulitan berbicara. Ketika ada orang yang menanyakan hal itu, lantas beliau menjawab sambil menunjuk ke mulutnya, "Ini yang membuatku celaka".
Diceritakan dari sahabat Anas bin Malik, beliau pernah berkata: "Pada saat perang Uhud ada anak di antara kami yang mati syahid. Dan ternyata kami menemukan sebuah batu yang diikat ke perutnya untuk menahan lapar. Kemudian ibunya mengusap debu yang melekat di mukanya sambil berucap, "Meninggalah dengan mudah wahai anakku. Engkau akan mendapatkan surga." Ketika mendengar ucapan sang ibu tadi. Rasululloh bersabda:
فمايدريك؟ لعله كان يتكلم فيما لايغنيه ويمنع مالا يضره
"Bagaimana kau bisa tahu? Barangkali saja dia pernah mengatakan tentang suatu yang tidak berguna baginya dan mencegah sesuatu yang tidak bahaya baginya".
Dalam kutipan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa, meskipun mati Syahid dalam membela Agama Alloh. Itupun masih diragukan jaminannya. Kendati meski sudah mendapatkan doa seorang ibu. Maka dari itu seseorang harus hati-hati dengan lisan, mengingat pengaruhnya yang sangat besar disebabkan ucapan dari mulut yang tanpa berpikir terlebih dahulu. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Ta'limul Mutaaalim, Imam Az Zarnuji berkata,
تفكروا قبل الكلام
"Berfikirlah terlebih dahulu sebelum berbicara."
Masih dalam keterangan kitab yang sama; bahwa, "Terpelesetnya kaki masih ada kesempatan untuk sembuh. Namun jika yang terpeleset adalah lisan atau mulut maka sejatinya luka itu akan melekat di hati yang disakiti. Maka dari itu, saking krusialnya, Islam bahkan hanya memberi dua pilihan terkait fungsi lisan: untuk berkata yang baik atau diam saja. Seperti bunyi Hadits riwayat Imam Al-Bukhari:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَـيْرًا أَوْ لِيَـصـمُــتْ
“Siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”
Lidah memang tidak bertulang, tapi sekali berbicara yang tidak baik seperti menggunjing saudara seiman maka dia akan lebih tajam dari pedang. Banyak dari kalangan orang-orang terjerumus dalam lubang kenistaan dan kesusahan lantaran tidak bisa menjaga ucapannya. Sebaliknya, banyak orang-orang yang hidup mulia karena sebab menjaga Lisan dari perkataan yang tidak baik, sehingga apa yang dikatakan mengandung hikmah dan petuah bagi dirinya dan orang yang ada di sekitarnya. Inilah hikmah manusia diberikan akal sehat, agar bisa memfilter terhadap apa yang diucapkan dan dikerjakan. Berfikir tentang kata yang harus diucapkan supaya tidak menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain. Hal ini sangat penting agar kesalahan tidak berlipat ganda, karena salah satu keselamatan seseorang tergantung pada lisannya. Sesuai sabda Rasulullah Saw,
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ.
Dari Uqbah bin Amr berkata, wahai Rasulullah, apa sebab keselamatan? Rosululloh menjawab, "Kuasailah lisanmu pasti akan luas rumahmu dan tangisilah kesalahanmu".
Dilansir dari Nu online, seorang wanita per hari, rata-rata mengeluarkan kata-kata sebanyak 16.000-21.000, sedangkan laki-laki sebanyak 5.000-9.000. Bisa dibayangkan, berapa banyak dosa dalam sehari jika ribuan kata tersebut didominasi kata-kata jelek. Sebaliknya, berapa banyak pahala kita dalam sehari jika didominasi kata-kata baik dan terpuji. Maka sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk menjaga Lisannya, agar apa yang keluar tidak menyakiti orang lain yang bermuara pada dosa, karena setiap apa yang kita ucapkan dicatat oleh Malaikat Rokib dan 'Atid untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Alloh. Sesuai dengan firman-Nya yang berbunyi:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaf: 18).
Terkadang seseorang lebih mengedepankan tanggapan lucu dan kesenangan pada orang lain, disetartai dengan tertawa terbahak-bahak agar suasana obrolan semakin renyah dan berwarna. Lebih parahnya lagi, mereka melakukan hal itu dengan Alasan, "membahagiakan orang lain itu baik". Padahal ini pendapat yang kurang tepat. Sebenarnya membuat tertawa orang lain dengan lelucon dan gojlokan hingga terpingkal-pingkal sama halnya dengan mematikan hati-hati mereka, melalaikan untuk mengingat Akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إنَّ الرجلَ لَيتكلَّمُ بالكلمةِ يُضحِكُ بها جلساءَه يهوي بها من أبعدَ من الثُّريَّا.
"Seseorang berbicara dengan satu kata yang mengakibatkan teman-temannya tertawa dan menjatuhkannya lebih jauh dari bintang yang jatuh".
Sungguh bahaya dampak dari lisan, hingga menjadi satu-satunya anggota yang dibelenggu di hari hisab amal. Tapi meski demikian, bukan berarti lisan tidak mempunyai kekuatan untuk menjadikan manusia lebih bermakna selagi dalam hal-hal baik, seperti membaca Al Qur'an, membaca Hadits, membaca kitab salaf dan melontarkan kata-kata yang baik. Tapi sebaliknya, betapa besar Mudhorot yang akan terjadi jika manusia tidak berhati-hati menjaga lisan dengan meminimalisir ucapannya. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Umar (Abdulloh)
وقال " ابن عمر " : " إن أحق ما طهر الرجل لسانه " . وفي أثر : " ما أوتي رجل شرا من فضل في لسان " .
Ibnu Umar berkata, "Bahwa sesuatu yang lebih berhak untuk disucikan seseorang adalah lisannya". Dan disebutkan dalam Atsar, "seseorang tidak diberikan sesuatu yang lebih jelek dari perkataan yang berlebihan yang timbul dari lisannya".
Sebagai kesimpulan, di zaman yang serba fitnah ini, mari kita menjaga lisan dengan menambah pundi-pundi amaliah berdzikir, bertutur kata yang berfaidah minimal yang mubah bukan yang haram. Masih banyak lagi cara menambah pahala dan kebaikan dengan lisan sesuai yang dijelaskan oleh Rosululloh Saw. Oleh karena itu pandai dalam melangkah sangat penting, tapi pandai dalam berbicara jauh lebih penting.
I d Wustho
Catatan Mtz. 03, Robius Tsani 1443 H.
Komentar
Posting Komentar