Pada dasarnya manusia menginginkan sesuatu secara sempurna, tanpa ada celah. Meski pada kenyataannya, manusia juga mempunyai banyak kekurangan, karena yang maha sempurna hanyalah Alloh satu-satunya. Maklum jika ada orang memiliki sepeda motor idaman, tetapi masih ada sedikit celah yang ditemukan, tentu harus segera diperbaiki dan dipoles sesuai kesenangan hati, bukan malah membuang sepedanya.
Bayangkan jika Alloh gagal dalam menciptakan manusia, lantaran membuat kekacauan di muka bumi dengan segala potensi yang bisa menumpahkan darah permusuhan. Sudah tentu kita tidak ada. Akan tetapi Alloh berkehendak lain yang menurut Alloh itulah yang terbaik.
Ada fakta unik tentang diciptakannya manusia. Pada saat malaikat menyaksikan dan berkomentar. Sebagaimana yang sudah diceritakan dalam suroh Al-Baqorah.
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ
Artinya, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Namun kenyataannya Alloh tetap menciptakan manusia dan menjawab dalam firman-Nya,
قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Saya (Alloh) berkata, "Saya lebih tahu terhadap sesuatu yang kamu tidak ketahui."
Hikmah yang dapat kita petik dari tulisan di atas dengan mengutip keterangan dari Imam As Sayuthi dalam kitabnya Al Iklil Fi-istinbati At Tanzil, hal 27
وأن الحكمة تقتضي إيجاد ما يغلب خيره وإن كان فيه نوع شر.
[السيوطي، الإكليل في استنباط التنزيل، صفحة ٢٧]
"Sesungguhnya hikmah diciptakannya Manusia lebih mengarah kepada kebaikan, meskipun ada keburukan." Terciptanya manusia berpotensi membuat kerusakan di muka bumi, pada hakikatnya lebih dominan banyak untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan Alloh menjadikan manusia sebagai Kholifah di muka bumi ini.
Bila seseorang menemukan teman dekatnya bermaksiat, maka dia wajib untuk menasehatinya, bukan malah menjauhi bahkan sampai memusuhinya. Ingat, kewajiban seorang muslim selain melakukan perintah Alloh dan menjauhi larangannya adalah mencegah saudara-saudaranya untuk melakukan kejelekan. Jika seseorang memusuhi dan menghujat mereka pelaku maksiat, bukan mencegah kemungkaran, justru menimbulkan kemungkaran-kemungkaran baru.
Memperbaiki kerusakan ialah memperbaiki ala kadarnya. Ibarat jendela rumah yang rusak, harus diperbaiki engsel dan lain sebagainya, bukan malah melempar granat merobohkan rumahnya. Karena kadar memperbaiki jendela hanyalah memperbaiki engsel atau kuncinya, sedangkan granat untuk menghancurkan bangunan, bukan memperbaiki.
Ketika ada Da'i yang mengajak para pejudi untuk senang beribadah. Bila dai benar-benar ingin nahi mungkar, maka hindarkan orang dari judi, sehingga mereka pelaku maksiat bisa senang beribadah dengan keadaan nyaman, tentram dan tidak berfikiran tentang hal-hal yang lain. Bukan malah melarang mereka beribadah karena kelakuan maksiatnya. Lebih parahnya lagi, jika ada seseorang tidak mengajak penjudi untuk senang beribadah, malah sibuk mencela da'i yang bersusah payah mengajak untuk senang ibadah dan meninggalkan kebiasaan lamanya yang tidak baik.
Dakwah adalah mengajak orang lain ke arah yang lebih baik dengan cara-cara yang baik pula. Tentu dengan strategi dalam ilmu dakwah yang berpatokan pada ayat,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl : 125).
Rosululloh sukses menjalani visi misi dakwahnya bukan dengan jalan kekerasan, melainkan dengan cara-cara halus. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Tafsir At-Thobari dalamSuroh An-Nahl di atas ayat:125. Ibnu Jarir At-Thobari mengatakan:
فِيهِ مَسْأَلَةٌ وَاحِدَةٌ- هَذِهِ الْآيَةُ نَزَلَتْ بِمَكَّةَ فِي وَقْتِ الْأَمْرِ بِمُهَادَنَةِ قُرَيْشٍ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَدْعُوَ إِلَى دِينِ اللَّهِ وَشَرْعِهِ بِتَلَطُّفٍ وَلِينٍ دُونَ مُخَاشَنَةٍ وَتَعْنِيفٍ، وَهَكَذَا يَنْبَغِي أَنْ يُوعَظَ الْمُسْلِمُونَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Ayat ini turun di mekkah, ketika Rosululloh melakukan gencatan senjata ingin berdamai dengan orang Quraisy. Lalu Alloh memerintahkan Kanjeng Nabi Muhammad untuk mengajak mereka kepada Agama dan syariat Alloh dengan cara halus, bukan dengan bertindak kasar dan mencela. Seperti inilah seharusnya orang muslim memberi Mauidzoh sampai hari kiamat.
Begitulah Alloh memerintahkan Kanjeng Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah harus dengan halus, penuh kelembutan dan merangkul bukan memukul. Terbukti banyak kalangan musuh-musuh masuk islam bukan di medan perang, tapi kekaguman dan keluhuran sifat dan akhlak Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Misi utama Kanjeng Nabi Muhammad Saw adalah menyempurnakan peradaban manusia yang berakhlak mulia sebagai Rahmat untuk alam semesta diwujudkan dalam wahyu pertama. Ketika menerima perintah pertama di Gua Hiro', yang isinya Iqro'. Lewat ilmu pengetahuan, misi Kanjeng Nabi Muhammad melintasi batas wilayah, zaman, dan generasi. Itulah sebabnya Muhammad Iqbal, cendekiawan besar dari Pakistan, menulis bahwa, "Muhammad adalah Muqoddimah bagi alam semesta".
Dengan meniru akhlak Kanjeng Nabi Muhammad di tengah-tengah ummat seperti sekarang ini, Insya Alloh dapat menciptakan lingkungan yang aman, damai dan tentram tanpa harus saling senggol menyenggol dan tidak saling bermusuhan. Aamiin.
Halaman Sunan Maulana Malik Ibrahim
Catatan Mtz, 30 Robius Tsani 1443 H.
Komentar
Posting Komentar