Salah satu hal yang paling mendasar ketika masih kecil adalah diajarkan membaca dan menulis, meskipun masih belum menginjakkan kaki di bangku sekolah, orang tua terus membimbing sang buah hati mengenal nama-nama benda, terutama yang ada hurufnya, sambil mengeja tulisan yang menempel di benda tersebut. Kenapa demikian? Karena para orang tua sadar, bahwa membaca sangat penting dalam pertumbuhan anak, membaca juga merupakan jendela dunia, dan yang paling penting adalah anak yang bisa membaca merupakan salah satu kesuksesan orang tau, karena menjadi amal jariyah kelak ketika dia sudah kembali ke haribaan yang maha esa.
Namun, seiring berjalannya waktu ketika anak-anak sudah lancar membaca terkadang malas untuk lebih jauh lagi menelaah ilmu-ilmu Alloh yang sangat luas. Terutama anak-anak muda. Padahal sudah jelas dengan membaca wawasan semakin bertambah dan dengan membaca pula seseorang akan lebih berpengetahuan. Lebih-lebih saat ini informasi-informasi, buku-buku dan kitab-kitab karya ulama salaf sudah tersedia di smartphone.
Tapi sayangnya, kondisi ummat islam, terutama di negara kita ini, tidak memenfaatkan kemudahan di atas dan selalu terlambat dalam mengkaji informasi. Tidak jarang kita yang berada di bumi Nusantara ini sering mengalami kemunduran sistematis dalam banyak hal. Sehingga menjadi obyek dari berbagai informasi yang cenderung merusak moralitas anak bangsa. Coba kita lihat beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia banyak termakan berita-berita sampah yang sudah jelas tidak masuk akal. Hal tersebut disebabkan karena wawasan yang sangat minim dan kurangnya kecerdasan dalam membaca informasi, sehingga masyarakat kita sering menjadi langganan Hoax. Ummat islam tidak akan pernah mencapai puncak kejayaan tanpa membudidayakan membaca, karena itu salah satu tokoh Yahudi pernah berkata, "Kita tidak takut dengan orang islam, sebab ummat Islam adalah ummat yang tidak membaca".
Minat baca berkurang disebabkan banyak faktor di antaranya adalah lingkungan. Dilansir dari bukunya Haidar Musyafa, di jepang tepatnya di Dhensa atau di kereta listrik, sebagian besar penumpangnya baik anak-anak atau orang dewasa sedang membaca buku atau majalah dan surat kabar. Mereka tidak perduli mau duduk ataupun berdiri. Banyak yang memenfaatkan waktunya untuk membaca dan belajar banyak ilmu dari buku-buku yang mereka bawa. Budaya baca di Jepang juga didukung oleh kecepatan negera tersebut untuk menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa jepang. Konon, penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan yang terus berkembang hingga abad Modern ini.
Sebenarnya, Setiap hari di muka bumi ini terbit antara empat ribu hingga lima ribu judul buku. Dan reding indeks negara kita hanya 0,0009, Bedahalnya dengan negara-negara maju seperti jepang yang indeks-nya mencapai 17,999. Padahal membaca sangat dibutuhkan dalam kehidupan, meskipun bukan menjadi hal yang utama, setidaknya membaca laksana 'Nasi tanpa lauk', atau 'tanpa kerupuk'. Ada, tapi kurang sempurna. Membaca bukan hanya mengajak untuk bernostalgia. Namun, juga menuntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan berbagai informasi yang kita baca. Mulai dari menulis, menelaah dan memilih, hingga menyimpulkan.
Di samping membaca merupakan sarana pengetahuan dan menambah wawasan. Dalam Al Qur'an Alloh berfirman beberapa ayat tentang urgennya membaca dan merupakan wahyu pertama pada Baginda Rasulullah Saw, seperti dalam Suroh Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ. خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ. اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ. عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-Mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Membaca bukan hanya sekedar hiburan, tapi sudah menjadi kebutuhan dan menjadi landasan serta konsep dalam kehidupan. Seperti yang sudah dilakukan oleh Tsa'lab An-Nahwi yang dipenuhi dengan aktivitas membaca, beliau salah satu imam ahli nahwu, bahasa arab dan sastra, juga ahli dalam bidang Hadits dan Qiroat. Beliau lahir tahun 200 H dan wafat tahun 291 H. Menurut Abu Hilal Al-Askari dalam kitabnya, Al-Hatsatsu 'Ala Tolabil ilmi Wal Ijtihad Fi Jam'ihi, hal. 77, Tsa'lab tidak pernah berpisah dari kitab yanh dibacanya. Kalau ada orang yang mengundang, maka beliau memberi syarat agar diberikan lokasi kecil di selingkaran saja, yakni berbentuk sejenis tikar dari kulit yang cukup untuk meletakkan kitab, agar bisa dibaca.
Penyebab wafatnya beliau, ketika suatu hari keluar dari Masjid raya pada hari Jum'at, usai sholat asar. Beliau mengalami penyakit tuli, sehingga tidak bisa mendengar, kecuali diusahakan mendengarnya. Saat di jalan, beliau terus Membaca buku. Tiba-tiba saja beliau ditubruk seekor kuda hingga terlempar ke jurang. Beliau akhirnya dikeluarkan dari jurang tersebut dalam kondisi tidak sadarkan diri. Beliau mengeluh kepalanya sakit. Di hari kedua setelah kejadian itu, beliau dipanggil yang maha kuasa. Semoga Alloh melimpahkan Rohmat kepadanya. Begitulah kegilaan ulama-ulama kita dalam perihal membaca. Maka tidak heran jika ulama-ulama salaf namanya tetap dieluh-eluhkan hinga abad Modern ini. Selain karena karyanya, mereka juga sangat tekun dalam ilmu pengetahuan.
Membaca juga merupakan kelestarian para ulama yang harus selalu kita jaga. Dalam kitab Al-Jawahir Wad Duror. As Sakhawi meriwayatkan tentang gurunya Ibnu Hajar, "Hal yang menjadi obsesinya adalah menelaah, membaca, mendengar, mengarang dan menulis kitab. Tidak ada sedikitpun yang dibuang selain hal tersebut. Dalam kitab As Shiyar Adz Dzahabi juga menceritakan tentang Isa Bin Ahmad Al Yunini. "Dia seorang yang menyibukkan dirinya dengan beribadah dan menelaah kitab."
Kesimpulannya adalah, membaca harus menjadi rutinitas yang tidak bisa dihindari, karena dengan sebab membaca seseorang bisa mengetahui suatu yang tidak pernah dia ketahui, dan dengan sebab membaca seseorang bisa bertambah wawasannya. Sehingga benar apa yang dikatakan betari, "Membaca adalah jendela dunia." Benar, karena dengan membaca kita bisa treveling kemana-mana tanpa ongkos yang mahal.
Mari mulai dari sekarang jangan menunda sampai besok untuk membaca
Asrama Sunan Ampel 05
Catatan Mtz. 02 Jumadil Ula 1443 H.
Komentar
Posting Komentar