Rosululloh sering mengingatkan ummatnya untuk tidak gampang menghakimi orang lain. Lebih-lebih suatu yang tidak konkret, karena seseorang tidak akan tahu apa yang ada dalam hati orang lain kecuali dia dengan tuhannya. Terkadang di saat diri ini merasa sudah paling ta'at ibadah dan jauh dari rambu-rambu larangan Alloh SWT mudah sekali mengklaim orang lain ahli maksiat, mendapat murka Alloh bahkan sampai mengutuk dan menyumpahi akan segera tiba Adzab Alloh. Kenyataannya tidak demikian, orang yang semakin rajin ibadah maka dia semakin menyayangi, semakin menghargai, semakin Husnudzon, semakin mendoakan orang-orang di sekitarnya.
Diceritakan dalam Hadist Ibnu Hibban bahwa dulu ada dua orang bersahabat, satunya ahli ibadah satunya lagi ahli maksiat. Suatu ketika sang ahli ibadah menegur kawannya yang ahli maksiat dengan perkataan, "Kamu ini sampai kapan terus-menerus melakukan maksiat? Sekarang juga kamu harus menghentikan semua maksiatmu itu" spontan ahli maksiat menjawab, "Kamu jangan ikut campur, biarlah ini menjadi urusanku dan tuhanku." Spontan sang ahli ibadah menjawab pertanyaan sang ahli maksiat dengan perkataan yang ketus, "Kalau kamu tetap begitu Alloh tidak akan mengampuni dosa-dosamu."
Singkat cerita setelah keduanya sudah meninggal, dan saat menerima peradilan di hadapan Alloh SWT. Alloh berfirman, "Wahai Malaikat masukkan hambaku yang ahli maksiat ini ke surga sebab aku telah mengampuni dosa-dosanya." Kemudian Alloh berfirman kepada sang ahli ibadah, "Wahai orang yang merasa berilmu, apa yang membuatmu merasa tahu dengan rahasia-rahasia-Ku? Mengapa kau seakan-akan mewakili dan mengklaim saudaramu dengan nama-Ku? Apa kau merasa mempunyai kekuasaan atas diri-Ku? Menyuruh-Ku memaafkan dan tidak memaafkan saudaramu sesuai seleramu? "Wahai Malaikat, bawalah orang ini ke neraka."
Jangan gampang memvonis orang lain karena semuanya tidak selalu sesuai dengan selera kita dan apa yang tampak. Bisa jadi preman mempunyai sedekah di malam hari, atau perempuan yang berpakaian terbuka dan dinilai sebagai wanita nakal, pada kenyataannya dia mempunyai kebiasaan Sholat malam dan sedekah tulus yang kita tidak ketahui. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadits Rosululloh Saw, (HR. Imam al-Bukhari):
غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ
“Seorang pelacur diampuni (dosa-dosanya). Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya di tepi sumur. Anjing itu hampir mati kehausan, kemudian wanita (pelacur itu) melepaskan sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya dan mengambilkan air untuk anjing tersebut. Maka Allah mengampuni (dosa-dosanya) dengan sebab perbuatannya itu.” Jangan sampai seseorang mengahakimi bahkan sampai mengintervensi hak prerogatif Alloh untuk menilai orang lain. Hal ini yang kadang oleh kebanyakan manusia melampaui batas berlagak seperti tuhan menutup pintu taubat yang sudah jelas-jelas pintu taubat Alloh sangat terbuka lebar karena Alloh bersifatan Ar-Rohman dan Ar-Rohim-Nya.
Diceritakan dalam kitab al-Jâmi’ li Syu’ab al-Îmân, Imam al-Baihaqi (384-458 H).
وعن أبي قلابة ان أبا الدرداء مرّ على رجل قد أصاب ذنباً فكانوا يسبونه، فقال: ارأيتم لو وجتموه في قليب الم تكونوا تستخرجنه؟ قالوا: بلى، قال: فلا تسبوا اخاكم وأحمدوا الله عز وجل الذي عافاكم. قالوا: افلا تبغضه؟ قال: إنما ابغض عمله، فإذا تركه فهو أخي
Dari Abu Qilabah bahwa sesungguhnya Abu Darda’ bertemu dengan seorang laki-laki yang telah berbuat dosa. Orang-orang ramai mencela laki-laki itu. Abu Darda’ berkata: “Tidakkah kalian lihat, andai kalian mendapatinya (terjebak) di dalam sumur, tidakkah kalian akan mengeluarkannya dari sumur?” Mereka menjawab: “Tentu saja.” Abu Darda’ berkata: “Janganlah kalian mencela saudara kalian, dan pujilah Alloh ‘azza wa jalla yang memberikan kesehatan kepada kalian.” Mereka berkata: “Bukankah kita (harus) membencinya?” Abu Darda’ berkata: “Yang harus dibenci adalah perbuatannya. Jika ia meninggalkan perbuatan (buruknya), ia adalah saudaraku.” (Imam al-Baihaqi, al-Jâmi’ li Syu’ab al-Îmân, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 2000, juz 5, h. 290-291).
Setiap manusia mempunyai rahasia yang diketahui oleh Alloh dan dirinya sendiri. Maka jangan sampai melaknat, menghujat bahkan menyumpahi orang lain yang masih belum terbuka seakan-akan telah mendahului Qudrot dan Irodah-Nya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka yang belum mendapatkan hidayah. Bisa saja suatu saat meninggalkan kebiasaan buruknya dan mau merubah ke arah yang diridhai-Nya. Apalagi Rohmat Alloh tidak bisa ditebak kapan datangnya.
Sebagai kesimpulan: Tugas kita hanya menyeru dan mengajak tanpa kenal lelah dengan konsep ayat Al Qur'an yang berbunyi:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ - ١٢٥
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." Selamatkan orang-orang yang masih belum terbuka mata hatinya untuk Taqorrub kepada Alloh SWT, namun senantiasa bersabar dan mengingat sekuat apapun kita berusaha, tetap saja hidayah itu dari-Nya. Tugas kita hanya penyampai, jangan sampai kepedulian kita untuk menyelamatkan bernafsu terburu-buru dan memaksakan diri untuk merubah keadaan orang lain dengan cara-cara yang tidak baik.
Kalimantan Utara, 27 Jumadil Ula 1443 H.
Catatan Mtz
Komentar
Posting Komentar