Langsung ke konten utama

KETIKA MENUNTUT ILMU HANYA FORMALITAS

Belajar yang tidak pernah puas akan mengantarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak bisa menjadi bisa. Dari bodoh menjadi berilmu dan mulia. Dari pribadi yang kurang beradap menjadi sosok yang penuh sopan santun dan dipenuhi tatakrama. Menuntut ilmu adalah pekerjaan mulia dan agung, memahaminya adalah wujud ketakutan kepada Alloh SWT, mengkajinya adalah jihad, mengamalkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih. Dengan ilmu manusia akan menjadi sosok yang terhormat meskipun tidak berharta dan bertahta.

Secara umum, setiap orang yang mencari ilmu mempunyai beragam alasan dan tujuan. Orang yang mengejar popularitas berbeda dengan orang yang memprioritaskan Ukhrowi. Ilmu yang menjanjikan masa depan akan lebih menarik untuk diminati. Tapi bagi orang islam yang cerdas, menuntut ilmu bukan soal menaikkan status sosial untuk dihormati, tapi juga bentuk kepatuhan untuk mengarungi kehidupan ini, karena mereka tahu bahwa kunci keberhasilan adalah ilmu pengetahuan. Sesuai apa yang didauhkan oleh Imam Syafi'i :
قال الشافعي رحمه الله تعالى : العلم أفضل من من صلاة النافلة وقال : ليس بعد الفرائض أفضل من طلب العلم، وقال : من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم.
Imam Syafi’i RA berkata : Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah. Beliau berkata : Tidak ada amalan setelah amalam fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan beliau juga berkata : Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) dunia hendak lah dengan ilmu barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) akhirat hendaklah dengan ilmu."


Hakikat dari pada ilmu adalah mendekatkan kepada Alloh SWT, bukan hanya yang bersifatan duniawi. Kita lihat bagaimana dewasa ini para pelajar lebih tergiur untuk menuntut ilmu yang dapat menaikkan kasta, terutama yang kaitannya sangat erat dengan finansial dan harga diri. Bahkan dari mereka tidak jarang sangat semangat menekuni ilmu alam tapi tidak tahu ketika ditanyakan pondasi agamanya. Seperti tata cara sholat dan Wudhu'. Terbukti video yang beredar di salah satu sekolah, ketika ada YouTuber bertanya ada berapa rukun islam mereka ada yang jawab salah, ada yang jawab tidak tahu, ada yang tahu tapi tidak bisa menyebutkan. Padahal sudah jelas apa yang dikatakan oleh penulis kitab Fathul Mu'in dalam kitab Hidayatul Adzkiya Ila Thoriqil Auliya' bahwa ilmu Fikih, ilmu Akidah dan ilmu Tashowwuf merupakan kewajiban individu bukan kolektif. Dalam kalam syairnya beliau mengatakan: 
وتعلمن علما يصحح طاعــة
وعقيدة ومزكي القلب اصقلا
هذا الثلاثة فرض عين فاعرفن 
واعمل بها تحصل نجاة واعتلا
"Pelajarilah ilmu yang mengesahkan ketaatan. Mengesahkan Aqidah serta mensucikan hati. Ketiganya ini fardlu ain hukumnya, ketahuilah amalkanlah, maka terwujud keselamatan dan kehormatan Inilah tiga ilmu yang setiap orang Islam wajib mempelajarinya."

Ilmu hanya kerap kali diukur dengan selembar kertas Ijazah dan gelar yang berderet panjang pada sebuah nama, dari jumlah koleksi buku dan dari jumlah uang yang telah digelontorkan. Tanpa sedikitpun pernah memikirkan ilmu akan mendekatkan diri kepada sang pencipta dan ilmu akan bermenfaat pada dirinya sendiri dan orang lain. Betapa rugi orang yang memiliki ilmu tapi tidak bisa mendekatkan diri kepada sang maha esa. 

Kemudahan-kemudahan yang membuat mudah terlena. Terkadang seseorang rentan memaafkan kelengahan sendiri dan berusaha memaafkan diri sendiri yang sudah jelas-jelas ketika dikerjakan oleh lain tidak akan suka. Sebagai contoh, banyak yang kurang minat untuk baca kitab kuning, lantaran malas untuk mencari makna di kamus, atau malas karena tidak bisa membaca. Padahal itu cuma alasan saja. Karena Al Qur'an yang sudah jelas-jelas ada harokat dan terjemahannya jarang, bahkan tidak pernah.  

Contoh yang lain, ketika Adzan berkumandang santai-santai saja untuk segera melaksanakan ibadah sholat berjemaah, karena alasan banyak pekerjaan. Bukankah mencari kasab untuk keluarga juga dinilai ibadah. Atau bagi ibu rumah tangga, dia berdalih. Saya masih mengurus anak dulu bukankah ini juga ibadah. Bahkan beberapa waktu lalu ada seseorang yang sholat sangat cepat, karena alasan buru-buru. Toh, saya baca wajib-wajib sajanya yang penting sah kan. Dari peristiwa ini kita bisa mengamati, para pelajar tidak paham eksistensi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Bagaimana cara pengamalannya, bagaimana ilmu seharusnya digunakan agar bisa menfaat bagi dirinya dan orang lain. 

Sebagai kesimpulan; Mencari ilmu bukan hanya formalitas, belajar karena takut tidak wibawa, atau faktor desakan orang tua. Yang pada akhirnya ilmu tidak membekas dan memberikan pengaruh untuk meningkatkan kualitasnya sebagai hamba. Begitu juga ilmu tidak hanya berbentuk materi, bukan hanya dibuktikan dengan selembar kertas bertuliskan Ijazah, bukan hanya mencari populatitas di mata manusia. Tapi lebih dari itu, ilmu adalah media yang dapat mendekatkan ahli ilmu sendiri pada Rabb-Nya. 

Loka coffe

Catatan Mtz 09, Jumadil Ula 1443 H 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILUSI SUKSES DI MASA MUDA

Keinginan untuk senantiasa hidup dalam keemasan masa muda mengendap dalam benak manusia sejak dahulu kala. Banyak dongeng diceritakan dari generasi ke generasi tentang air berkhasiat, benda ajaib, obat spesial, atau makhluk gaib yang jika kita menemukan dan menggunakannya, akan kembali muda dan kuat. Tujuannya agar bisa mengulang kesukesan dan kesenangan saat kondisi tubuh sangat fit. Sebagian lagi ingin mendapat kesempatan kedua untuk berbuat hal berbeda dan mencapai impian terpendam.  Namun, banyak orang meyakini kembali muda melawan hukum alam sesuatu yang mustahil terjadi. Ada pula yang percaya bakal ada teknologi untuk mencapai itu, tetapi belum akan terwujud dalam waktu dekat. Meski demikian, pemuja masa muda tak surut. Masa muda telanjur diyakini sebagai masa krusial yang menentukan seluruh hidup kita selanjutnya merana atau bahagia. Muncullah target pencapaian di usia tertentu. Usia sekian harus lulus sarjana, bekerja mapan, punya rumah, menikah, dan berkeluarga. Perempuan ...

PEREMPUAN DAN PANGGUNG SPIRITUAL

Dulu, perempuan rahasia langit. Langkahnya pelan, tunduknya dalam. Ia dilukis dalam sejarah sebagai simbol kelembutan. Bukan dijadikan objek dan dieksploitasi di altar pertunjukan yang katanya majelis sholawat. Perempuan sudah kehilangan eksistensinya dari penjaga nurani menjadi pelayan euforia.  Mereka menutup aurat, yes betul. Tapi hanya sekedar bungkus. Isinya goyang ngolek, goyang keramas. Dua istilah yang lebih cocok muncul di warung remang-remang daripada di acara yang konon katanya mejelis cinta Nabi.  Dalam pemikiran Simon de Beauvoir: "Perempuan tidak dilahirkan sebagai objek, tapi dibuat menjadi objek oleh struktur budaya". Tapi hari ini, di pentas absurd mereka bukan hanya menjadi objek. Tapi mereka sendiri yang mejadikan objek sebagai dalih ekspresi iman.  Gerakan tubuh yang menggeliat di atas panggung bukan bentuk ekspresi spiritual. Itu adalah penghinaan simbolik pada kemulian perempuan. Lantas, di mana rasa malunya? Di mana harkat dan martabatnya? Apakah me...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...