Ada ungkapan Imam asy-Syafi’i yang sangat menarik untuk mengawali Pragraf ini. Beliau menulis di dalam salah satu syairnya :
العِلمُ صَيدٌ والكِتابةُ قَيدُهُ قَيِّدْ صيودكَ بالحِبالِ الواثِقَة
فَمِن الحَماقَةِ أَنْ تَصيدَ غَزالَةً وتَترُكها بَينَ الخَلائقِ طالِقةَ
“ Ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan tulisan adalah tali untuk mengikatnya...maka ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat.
Dan merupakan kebodohan jika anda sudah mendapatkan kijang sebagai binatang buruan kemudian anda membiarkannya bebas lari diantara makhluq-makhluq lainnya. “
Perkataan imam Syafii di atas memberikan pemahaman terhadap semua orang, terutama kaum santri tentang pentingnya menulis. Diceritakan pada masa Kholifah Umar bin Abdul Aziz sala satu Kholifah Abbasiyah. Suatu ketika beliau mengirim surat kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm berisi perintah untuk memodifikasi Hadist. Hal itu karena Kholifah Umar bin Abdul Aziz khawatir akan hilangnya ilmu dan ulama yang telah banyak menghafalkan Hadist-Hadist Rosululloh Saw.
Bagi para ulama menulis sudah Fardho 'Ain, karena dengan menulis mereka bisa mengabadikan ilmunya agar terus dikaji oleh generasi setelahnya. Mari kita lihat bagaimana karya-karya Ibnu Jarir At-Thobari.. beliau menulis setiap hari 14 lembar hingga total karya tulisnya sekitar 358.000 selama 72 tahun, Imam An Nawawi yang kegiatannya mengarang, menyebarkan ilmu, beribadah dan membaca, atau seperti Al-Ghazali yang terkenal dengan karyanya yang fenomenal, yakni Ihya' Ulumuddin dan ulama-ulama yang lain. Konon, kemenangan dan kemajuan ummat Islam di masa Sholehuddin Al Ayubi berkat jasa Al-Ghazali melalui karya tulisnya kitab Ihya'Ulumuddin.
Pada abad Modern ada ulama yang sudah kembali keharibaan yang mahakuasa, beliau adalah As-Syahid Syeikh Muhammad Sa'id Romadhon Al Buthi ulama asal Suriah. Semasa hidup beliau sudah melahirkan karya sebanyak 72 kitab, selain makalah dan jurnal. Pada saat usia 14 tahun beliau sudah menulis Buku yang berjudul Mamu Zein dengan bentuk Novel. Padahal di tengah-tengah waktu yang sangat padat tetap menyempatkan diri untuk menulis. Hal ini beliau lakukan hingga usia senja.
Bagi Al-Buthi menulis adalah bagian dari misi dakwah bi Al Qolam, di samping panggilan hati menulis juga sebagai Muwahhid (menyatukan), mujaddid (pembaharu) dan menyebarkan ilmu kepada ummat yang dahaga akan ilmu pengetahuan. Lebih-lebih di zaman teknologi yang semakin canggih menembus ruang dan waktu, maka menulis sebagai salah satu media dakwah harus menjadi perhatian para kaum santri.
Al-Buthi pernah mengemukakan dalam bukunya yang berjudul, Al-Lamadzhabiyyah Akhtar Bid'atin Tuhaddid As Syari'ah Al Islamiyyah, "Saya bertanya pada diri sendiri, apa yang membuat saya tetap menulis dan menulis? Kalau untuk kemasyhuran, saya telah mendapatkan lebih dari apa yang saya harapkan, kalau untuk kesejahteraan dan kekayaan, Alloh menganugerahkan saya lebih daripada yang saya butuhkan. Dan kalau untuk dihormati, saya sudah memperoleh lebih dari yang layak saya terima. Pada akhirnya saya menyadari bahwa keinginan yang saya sebut tadi sia-sia dan hampa, kecuali seuntai doa dihadiahkan kepada saya oleh seorang muslim yanh tidak saya kenal." Demikian yang dikatakan Al-Buthi harus menjadi motivasi bagi orang-orang di zaman ini yang sudah bisa membuat status, maka Insya Alloh mereka juga bisa walau hanya satu paragraf yang berisi empat atau lima baris.
Setidaknya ada tiga menfaat dari menulis, pertama adalah menyampaikan ilmu, ide dan gagasan. Menulis bukan hanya tentang menuangkan isi fikiran, melainkan menyampaikan ilmu, ide dan gagasan. Menyampaikan ilmu tidak harus terus dengan lisan, tidak harus di tengah-tengah oranh banyak dan juga tidak harus formal seperti di madrosah. Menyampaikan ilmu juga bisa dengan tulisan-tulisan yang menfaat di media sosial, agar netizen bisa Istifadan dari apa yang kita sajikan. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh ulama-ulama kita, seperti Imam Syafi'i dengan Kitab Al Umm-nya, Imam Malik bin Anas bin Malik mengumpulkan Hadist-Hadist Rosululloh menuangkan ide-ide dan gagasannya dalam kitabnya Al-Muwattho'. Begitupun ulama yang lain.
Kedua, menciptakan peradaban. Tulisan memiliki peran yang sangat penting di era digitalisasi seperti sekarang ini. Pada saat Imam Al-Ghazali adanya kemorosotan dalam tubuh ummat Islam. Terutama dlaam hal moral dan ruh. Sehingga beliau melakukan perbaikan yang dibuktikan dengan karya-karya beliau. Melalui hal ini pula Al-Ghazali menjadikan ummat Islam dunia kuat untuk melawan kedzoliman. Peran Al-Ghazali dalam memperbaiki ruh dan jiwa ummat melalui karya tulisnya. Banyak ulama yang bersepakat, bahwa tindakan Al-Ghazali
Ketiga menjadi catatan amal jariyah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyidina Ali, "Semua penulis akan mati, hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang bisa membahagiakan di akhirat nanti." Tulisan yang memuat tentang kebaikan serta tersampaikan pada pembacanya, kemudian diamalkan, maka akan menjadi catatan amal bagi Penulisnya. Tapi sebaliknya jika yang disebarkan memuat tentang kejelekan, memprovokasi, hinaan, cacian, membuka aib diri sendiri dan orang lain dan tulisan-tulisan jelek yang lain, maka yang didapat justru hanya dosa yang berujung siksa di akhirat nanti. Maka sudah sepantasnya bagi para penulis aktif di sosial media, tulislah sesuatu yang di dalamnya ada ilmu, ada hikmah dan motivasi orang lain, bukan menulis kejelekan, kebohongan dan kemungkaran.
Di antara Kemaksiatan tangan adalah menulis sesuatu yang haram untuk diucapkan. Seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Bidayah, "Pena adalah salah satu dari dua lisan." Maka dari itu jagalah dari sesuatu yang wajib dijaga oleh lisan, seperti halnya Namimah, ghibah, menyebarkan kabar-kabar Hoax. Seseorang dilaran untuk menulis Semua yang diharamkan untuk diucapkan, semua tentang dosa-dosa pena itu seperti halnya lisan, karena tidak dipungkiri lagi pena salah satu dari dua lisan. Bahkan dampak yang dari tulisan di zaman yang serba internet jauh lebih besar dan lebih lama. Oleh karena itu para netizen harus bisa mempertahankan tangannya dari menulis kobohongan, kemungkaran dan yang Unfaedah.
Terlepas dari sebab akibat tulisan yang sudah disebutkan di atas, menulis adalah sesuatu yang sangat besar menfaatnya baik untuk diri sendiri dan orang lain. Aswab mahasin mengatakan, "Manusia hidup mempunyai banyak hal, sedangkan manusia mati hanya meninggalkan tiga hal; bacaan, tulisan dan didikannya. Tulisan menjadi salah satu karya peninggalan karya monumental, seperti karya-karya ulama kita Al-Ghazali, As-Syafie, Syekh Muhammad Sa'id Romadhon Al, Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy'ari dan masih banyak lagi pesohor dunia yang abadi namanya seraya abadi dengan karyanya, karena terus dikaji oleh para pelajar belahan dunia lintas generasi. Benar apa yang dikatakan oleh Ibnu Al Jauzi dalam kitabnya Shaidul Khatir, "Kitab tulisan seorang ulama adalah anaknya yang Abadi."
Kantor Pendidikan Agama PPMU Panyeppen
Catatan Mtz. 05 Jumadil Ula 1443 H.
Komentar
Posting Komentar