Sebaik-baiknya usaha adalah membekali diri dengan ilmu. Barang Siapa yang merasa cepat gampang puas diri dengan segala kemampuan yang dimiliki, dia akan selalu menganggap pendapatnya paling benar. Orang yang seperti ini akan mudah mengkerdilkan dan dengan perasaan bangganya menutup pintu hati untuk mengambil pelajaran dan kebaikan dari orang lain yang ada di sekitarnya.
Dewasa ini banyak sekali orang-orang rasa ingin tahunya berkurang, lantaran gengsi bertanya pada orang yang menurut mereka secara kapasitas ada di bawahnya, atau tidak mau mengambil menfaat, karena menganggap lebih Alim, lebih cerdas dan lebih kaya secara harta. Padahal sudah jelas dalam pribahasa Arab
خذ الحكمة ولو من دبر الدجاج.
Artinya, "Ambillah Hikmah walaupun dari pantat ayam."
Orang yang merasa cukup terhadap pengetahuan tidak akan mendapatkan Hikmah dan ilmu baru dalam kehidupannya. Andaikan diperlihatkan kepadanya belajar kepada orang lain, maka akan tersingkap keburukan-keburukannya sehingga bisa memperbaiki diri. Apabila mereka terus mudah puas diri dengan ilmu yang dimiliki, maka mereka akan terkungkung, sehingga tidak mampu melihat kebenaran yang berguna bagi dirinya. Maka dari itu, kita sebagai makhluk yang mempunyai keterbatasan pengetahuan, harus selalu merasa bahwa diri ini bodoh dan tidak akan bisa keluar dari ketidaktahuan, kecuali dengan terus belajar dan rasa ingin tahu yang besar dengan cara bertanya kepada orang Alim.
Ada baiknya kita membaca cerita ulama' salaf, yakni Abu Bakar Bin Muqossim. Beliau pernah menulis kitab yang menghujat para ahli Qiroat. Dalam beberapa hal karyanya ini diapresiasi, tapi beliau memperbolehkan bacaan yang tidak semestinya. Hal itu terus bertambah yang membolehkan bacaan yang merusak makna seperti pada Suroh Yusuf Juz 12 ayat 80. Ayat tersebut semula bermakna, "Saat mereka berputus asa dari pekerjaan Nabi Yusuf, mereka menyendiri dan berunding." Abu Bakar Bin Muqossim berpendapat, bahwa kata Najiyy bisa dibaca dari lazimnya. Hal itu merubah makna ayat menjadi "keinginan saudara Nabi Yusuf untuk terbebas tuduhan yang dialamatkan kepada mereka. Dari sinilah pemahaman keliru yang bermula dari pergesekan dalam membaca kata Najiyy.
Ibnu Al Jauzi berkata, barang Siapa yang membaca kitab yang di karang oleh Abu Bakar Bin Muqossim akan menemukan kesalahan sejenis yang tidak terhitung banyaknya. Dari kisah tersebut kita bisa mengambil hikmah jika seandainya beliau bersedia mendengarkan atau paling tidak bertanya kepada ahlinya untuk sekedar ditasheh, maka akan terlihat kebenaran dan kesalahan fatal ini tidak akan terjadi sampai saat ini.
Terkadang rasa ingin tahu dihantui oleh tidak percaya diri dan rasa malu, ada yang sesuai dan diperkenankan syariat tapi ada yang tidak elok dan tercela. Sebagai contoh, malu yang kurang relevan adalah ketika malu bertanya tentang hal yang tidak diketahui dalam hal ilmu. Kita kenal peribahasa populer: malu bertanya sesat di jalan. Dampak malu bertanya ini dapat menjerumuskan ke dalam ketidaktahuan – bahkan kesesatan karena berani menyimpulkan sesuatu sendiri. Karena itulah kita sering sekali mendengar dalam hadits bahwa para sahabat menanyakan beragam persoalan kepada Nabi, baik dari sahabat pria maupun wanita. Bisa karena belum tahu, atau karena ingin klarifikasi dan diskusi dengan Nabi.
Untuk mencapai derajat mulia di antaranya dengan Ilmu dan Mahabbah kepada Alloh. Tapi perlu diperhatikan, jalan cinta tidak akan pernah tersampaikan sebelum mengetahui ilmunya. Sangat disesalkan ketika seseorang yang ingin mencari Ridho-Nya dengan berjalan sendiri tanpa ingin mengetahui cara agar cepat sampai, yakni dengan bertanya kepada Ulama yang menurut sebagian orang, ulama adalah salah satu yang dipercayai lebih dekat kepada Alloh.
Rasa ingin tahu bisa dicapai dengan cara bertanya, asalkan sesuai kondisi dan bertanya tentang hal yang dapat memperbaiki kualitas diri. Ketika kita belajar kemudian buntu karena tidak bisa memahami kitab, maka jalan terbaik adalah dengan bertanya, bukan ditinggalkan, karena tidak mengerti atau yang paling parah tidak paham dengan isi kitab, akhirnya diinterpretasikan sendiri. Sungguh hal ini kefatalan yang sangat besar.
Ada Ulama besar yaitu Syekh Al Malibari pengarang kitab Fathul Mu'in, beliau tidak menulis kitab tentang masalah Haid kecuali sedikit, karena dikhawatirkan perempuan tidak akan bertanya tentang kebiasaannya sendiri.
قيل ان الشيخ المليباري لما الف كتابه فتح المعين لم يكتب في الحيض الاوالقليل فسئل عن ذلك فقال رجل ما يحيض وامرأة ما تسأل
تذكير الناس : ٦٠
Artinya, "Dikatakan Syekh Al Maliburi ditanyakan ketika mengarang kitab Fathul Mu'in. Beliau tidak membahas tentang Haid kecuali sedikit. Kemudian beliau ditanya tentang hal itu? lalu beliau menjawab, Laki-laki tidak Haid, sedangkan perempuan tidak akan bertanya." Tujuan dari pada Syekh Al Malibari membahas tentang Haid hanya sedikit adalah, karena beliau laki-laki yang tidak mengalami Haid sedangkan perempuan tidak mau bertanya. Padahal jika perempuan mau konsultasi pada waktu itu tentang masalah kewanitaan, tentu akan menghasilkan beragam hukum yang bisa dijadikan referensi zaman setelahnya. Dari sini kita bisa sedikit mengambil Faidah, bahwa rasa ingin tahu dengan cara bertanya dapat menghidupkan ilmu dan khazanah keilmuan akan terus bertambah.
Ilmu baru bisa diperoleh dengan cara tekun belajar dan terus semangat rasa ingin tahu, dengan cara hadir di majelis ilmu dan rajin bertanya kepada para alim para ulama yang kapasitas keilmuannya sudah diakui. Bertanya tentang ilmu itu sangat dianjurkan, bahkan dengan bertanya merupakan tanda-tanda hidupnya ilmu di lingkungan tersebut. Jangan sampai kita mengerjakan sesuatu ibadah dengan tanpa dasar ilmu. Apalagi di zaman sekarang yang serba digitalisasi, semuanya serba ada, para Gus-gus dan Ning-Ning pesantren sering mengadakan beragam macam QNE (Question&Answer) di Sosial Media, tentang ilmu Nahwu, Fiqh, Aqidah dan akhlak. Semuanya lengkap. Jangan sampai kalian terus dalam ketidaktahuan, karena tidak mau belajar dan mau bertanya.
Ada ungkapan Imam Sufyan Ats-Tsauri sufi terkenal yang dapat kita petik hikmah dari kalamnya:
عن الامام سفيان الثوري رحمه الله انه كان يبادر بالرحيل من كل بلدة دخلها لم يسأله احد من اهلها عن شيئ من العلم، ويقول هذا بلد يموت فيه العلم.
المنهج السوي ٦٠
Artinya, " Dari Imam Sufyan Ats-Tsauri, bahwa beliau cepat-cepat keluar dari satu daerah. Ketika beliau memasuki daerah tersebut tidak ada seorang pun yang bertanya tentang ilmu. Lalu beliau berkata, ini daerah menandakan ilmunya sudah mati." Rasa ingin tahu seseorang terhadap sesuatu menandakan mimpinya sangat besar dari apa yang diharapkan, karena dia sudah terobsesi dengan rancangan kehidupan di masa yang akan datang, yakni kesuksesan yang bermenfaat kepada orang lain. Sebaliknya mereka yang hanya pasrah dan tidak bergerak hatinya rasa ingin tahu, baik dengan cara belajar atau bertanya kepada senior yang sudah sukses, maka dia hanya akan menjadi bangunan kecil di antara bangunan yang menjulang tinggi.
Sunan Ampel 05
Catatan Mtz, 28 Robius Tsani 1443 H.
Komentar
Posting Komentar