MENGHADAPI MUSUH DENGAN BAIK
Orang awam mudah terpancing untuk selalu bermusuhan dengan orang yang dianggap tidak suka atau dengki terlebih dahulu kepadanya. Lebih bijak jika mencermati duduk persoalan dan memperbaiki hubungan, agar aman dan damai.
Ketika dia beri'tikad baik untuk minta maaf, terimalah dengan lapang dada. Namun jika dia mengatakan permusuhan, bersikaplah dengan penuh toleran dan menganggap permasalahannya sangat sederhana, agar jalinan silaturohmi tetap terjaga dan tidak berlarut-larut dalam permusuhan yang hanya menyia-nyiakan waktu.
Meskipun kita tetap menyikapi dengan persoalan yang sederhana, tapi hendaklah selalu antisipasi atau waspada, jangan sepenuhnya kita percaya pada orang lain dalam segala hal. Kita lebih baik menjauhi secara batin, tapi tetap menampakkan diri dan bergaul dengannya. Jangan sampai kita menjauh, apalagi sampai tidak tegur sapa. Hal itu hanya akan menimbulkan problem-problem baru yang semakin menjadi-jadi.
Sikap minta maaf ketika kita bersalah atau memaafkan ketika orang lain melakukan kekeliruan, terlebih kepada orang yang menganggap kita sebagai musuh merupakan akhlak yang sangat terpuji dan jarang dimiliki kecuali oleh orang-orang berbudi pekerti yang baik. Orang Bestari mengatakan bahwa, "sesungguhnya akhlak mulia adalah 'senjata' utama yang dapat meruntuhkan apa saja." Hal ini sebagaimana yang dipraktekkan oleh Baginda Rasulullah Saw dalam setiap misi dakwahnya. Dikatakan, Nabi Muhammad SAW berhasil menaklukkan jazirah Arab bahkan dunia, karena ditopang oleh akhlaknya yang agung. Banyak musuhnya akhirnya takluk dan masuk Islam, bukan karena kalah perang, tapi karena karena takjub dengan akhlaknya.
Mengutip pernyataan Al Imam Ibnul Jauzi;
وما ظفر قط من ظفر به الإثم؛ بل الصفح الجميل
[ابن الجوزي ,صيد الخاطر ,page 351]
Artinya, "Bahwa kemenangan tidak diperoleh dengan dosa, melainkan dengan maaf yang terbuka." Kekhilafan orang lain lebih dipandang karena dosa atau cobaan untuk mengangkat derajatnya. Seseorang yang membenci kita tidak akan pernah disebut musuh, jika kita tidak membalasnya dengan kebencian yang sama, melainkan dengan lapang dada.
Masih dauhnya Ibnu Al Jauzi dalam kitabnya yang berjudul Shaidul Khatir,
وإن بالغ في السب؛ فبالغ في الصفح.
Artinya, "Jika perkataanya sangat menyakitkan (mencela) maka balaslah dengan penuh kemaafan." Pukulan berat bagi musuh adalah jika kamu memaafkan karena Alloh. Di saat mereka membencimu dengan kata-kata mengumpat berlebihan, maka orang awam akan mengejeknya dan orang alim akan memuji kesabaranmu.
Akibat terang-terangan menampakkan ketidaksukaan dan permusuhan kepada orang lain, maka dipastikan sudah membuka tabir bahwasanya dia adalah musuhmu. Orang tersebut akan selalu berhati-hati dan menyembunyikan rencananya. Tapi jika bisa lapang dada dan memaafkan, maka kamu sudah menyembuhkan penyakit hati yang ada dalam dirinya.
Sunan Ampel 05.
Catatan Mtz, 17 Robius Tsani 1443 H.
Komentar
Posting Komentar