Langsung ke konten utama

MAKNA LIBUR MAULID

Rasa senang saat ini menyelimuti perasaan semua santri yang sedang menikmati libur maulid beberapa hari di kampung halamannya masing-masing. Melepas rindu kepada orang tua setelah lima bulan menuntut ilmu di pondok pesantren tercinta, berkunjung menjalin silaturrohim dengan sanak famili dan tetangga. Terutama bagi santri baru, merupakan pengalaman pertama melaksanakan libur maulid, menggunakan waktu luang kepada sesuatu yang bermenfaat. Sesuai apa yang menjadi prinsip seorang santri.

خير الناس انفعهم للناس

"Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermenfaat bagi orang lain." 


Baginda nabi Muhammad Saw adalah role model dalam segala kehidupan masyarakat, tak terutama para santri. Maka sudah semestinya Libur Maulid ini harus menjadi momentum meneladani sosok agung nan mulia untuk diamalkan di kampung halaman masing-masing. Rosululloh yang paling terkenal dengan akhlaknya yang terpuji hingga beliau disegani baik oleh kawan dan lawannya. Sebagaimana ungkapan Ibnu Mas'ud tentang terpujinya akhlak Baginda Rasulullah Saw, "Sebagai remaja yang menginjak dewasa, keperibadian, sikap, perilaku dan tutur kata Baginda Rasulullah sungguh sangat berbeda jika dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya. Dia baik hati, lembut tutur katanya, menyenangkan siapapun yang bertemu dengannya, baik dan penuh perhatian terhadap tetangganya, sangat toleran dan sabar, kata-katanya bisa dipegang, jauh dari perkataan kotor dan kasar, penuh kasih sayang terhadap sesama, sangat memegang amanah dan dapat dipercaya. Itulah mengapa sebabnya orang-orang memanggil beliau dengan julukan Al-Amin. Sebagai pemegang tongkat estafet perjuangan para ulama pewaris nabi tentu bukan hal yang sulit bagi para santri, mengingat didikan pesantren yang terkenal dengan sikap santun, penuntun dan penuh semangat akan mengantarkan santri sukses meneladani Rasulullah baik dari segi Aqwalun Wa Afa'lun. Aamiin 


Mengamalkan ilmu yang didapat dari pesantren meskipun sedikit dan menciptakan suasana yang membuat orang tua dan keluarga bahagia dengan akhlak yang terpuji. Dauh pengsuh Rkh. Moh khoirul Wafa Wafir "Santri harus membuat orang tua bangga dan rindu ketika santri kembali lagi ke pondok pesantren tercinta."Tentu hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan budi pekerti yang baik dan menjaga muruah kapanpun, dimanapun santri berada. Lima bulan berada di pondok dengan segala peraturan pesantren di bawah didikan Asatidz setiap saat menegur dan membimbing prilakunya, setelah libur para santri harus menjalani serangkaian kegiatan dengan tanpa pengawasan pengurus dan dilepas ke dunia nyata yang suasananya sangat berbeda, disinilah ujian baru para santri. Apakah mereka mampu mempertahankan Ubudiyah dan rutinitas belajarnya yang sudah Istiqomah di pesantren?.  


Perkembangan zaman yang serba modern ini dikhawatirkan akan terlontar ujaran miring terkait makna luhur dari kata liburan santri dengan ujaran kurang baik, “kalau liburan ya liburan, nggak usah belajar, nggak usah mutholaah pelajaran”. Kalau perkataan ini terjadi lantas bagaimana nasib santri ketika di rumah? Hal ini sangat ironi. Menyikapi tingkah laku sebagian para santri yang begitu kepincut dan sangat terbuai dipengaruhi oleh Geaget. Bedahalnya kalau bisa mempengaruhi muda-mudi untuk belajar ilmu agama secara mendalam dan senang menuntut ilmu di pondok pesantren. Tentu ini merupakan hal positif. Selaras dengan dauhnya Fadilatus Syekh Rkh Moh Muddatstsir Badruddin, "Santri itu harus mempengaruhi bukan dipengaruhi."  


pulangan bulan maulid ini santri menunaikan aktivitas positif di rumah tanpa banyak bermain-main, membuang-buang waktu ke hal yang tidak ada gunanya. Sebagaimana Hadits yang sering dikutip Murobbi Ruhina Fadilatus Syekh Rkh Moh Muddatstsir Badruddin saat mengisi Muhadhoroh di Masjid, 

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُـــــهُ مَــــــا لاَ يَعْنِيـــــهِ

Artinya, Di antara keindahan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat. [HR Imam at-Tirmidzi]

Melakukan hal-hal yang tak bermakna bukan bagian dari ciri santri yang baik. Hal-hal tersebut bisa berupa tindakan, perkataan, atau lamunan, yang tak memiliki nilai positif, pembuangan waktu luang yang sia-sia atau malah lebih banyak menimbulkan kemudaratan. Sebagai bentuk jihadun Nafsi adalah mempertahankan atau lebih meningkatkan lagi Kebiasaan baik yang kontinu dilakukan di pondok, sudah barang tentu dijalarkan kepada adat santri ketika pulang ke rumah saat libur maulid ini. Jadi, mari segenap para wali dan santri untuk bahu-membahu dengan berupaya membuka lembaran liburan pesantren dengan terus meningkatkan prilaku baik serta berusaha dengan semangat menggelora dalam dada dan memantapkan jiwa bahwa hari liburan pesantren tidak boleh disia-siakan tanpa makna berguna.

Selamat berlibur !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILUSI SUKSES DI MASA MUDA

Keinginan untuk senantiasa hidup dalam keemasan masa muda mengendap dalam benak manusia sejak dahulu kala. Banyak dongeng diceritakan dari generasi ke generasi tentang air berkhasiat, benda ajaib, obat spesial, atau makhluk gaib yang jika kita menemukan dan menggunakannya, akan kembali muda dan kuat. Tujuannya agar bisa mengulang kesukesan dan kesenangan saat kondisi tubuh sangat fit. Sebagian lagi ingin mendapat kesempatan kedua untuk berbuat hal berbeda dan mencapai impian terpendam.  Namun, banyak orang meyakini kembali muda melawan hukum alam sesuatu yang mustahil terjadi. Ada pula yang percaya bakal ada teknologi untuk mencapai itu, tetapi belum akan terwujud dalam waktu dekat. Meski demikian, pemuja masa muda tak surut. Masa muda telanjur diyakini sebagai masa krusial yang menentukan seluruh hidup kita selanjutnya merana atau bahagia. Muncullah target pencapaian di usia tertentu. Usia sekian harus lulus sarjana, bekerja mapan, punya rumah, menikah, dan berkeluarga. Perempuan ...

PEREMPUAN DAN PANGGUNG SPIRITUAL

Dulu, perempuan rahasia langit. Langkahnya pelan, tunduknya dalam. Ia dilukis dalam sejarah sebagai simbol kelembutan. Bukan dijadikan objek dan dieksploitasi di altar pertunjukan yang katanya majelis sholawat. Perempuan sudah kehilangan eksistensinya dari penjaga nurani menjadi pelayan euforia.  Mereka menutup aurat, yes betul. Tapi hanya sekedar bungkus. Isinya goyang ngolek, goyang keramas. Dua istilah yang lebih cocok muncul di warung remang-remang daripada di acara yang konon katanya mejelis cinta Nabi.  Dalam pemikiran Simon de Beauvoir: "Perempuan tidak dilahirkan sebagai objek, tapi dibuat menjadi objek oleh struktur budaya". Tapi hari ini, di pentas absurd mereka bukan hanya menjadi objek. Tapi mereka sendiri yang mejadikan objek sebagai dalih ekspresi iman.  Gerakan tubuh yang menggeliat di atas panggung bukan bentuk ekspresi spiritual. Itu adalah penghinaan simbolik pada kemulian perempuan. Lantas, di mana rasa malunya? Di mana harkat dan martabatnya? Apakah me...

CINTA DAN RESTU ORANG TUA

Dalam pandangan Islam, cinta bukanlah syarat dari pada akad pernikahan. Hal itu, bukan berarti syariat melarang tentang yang satu ini. Dari beberapa keterangan, dianjurkan adanya perkenalan antara dua insan yang hendak mengikat janji suci. Bahkan islam sendiri memberikan kesempatan untuk bertatap muka untuk meneguhkan niatan bersatu. Dari sinilah menjadi bukti, bahwa islam juga memperhatikan terhadap perasaan hati.  Setiap pasangan pasti mendambakan hubungan rumah tangga dengan penuh bahagia. Apalagi yang menjadi pendampingnya kelak adalah sosok yang dicintainya. Bayang-bayang kekasih terus menghantui, mengganggu nyenyak tidur malam hari. Sementara di satu sisi perempuan hanya setia menanti, penuh harap ketukan kumbang mewujudkan mimpi.   Namun yang menjadi polemik di kehidupan modern ini adalah, ketika perempuan dijodohkan dengan laki-laki bukan dia cintai atau tidak masuk kriteria pasangan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, perempuan menggerutu bahkan tidak sedikit y...