Sesudah sepuluh hari terakhir santri ada di kampung halaman masing-masing merawat rindu dengan saudara, ayah dan ibu, kini tiba saatnya mereka harus kembali ke bumi harum nan suci menjemput ilmu pengetahuan yang sudah menunggu. Bertemu lagi dengan teman² dari semua daerah yang sudah siap tukar cerita² uniknya, hingga terkadang mengakibatkan mereka harus begadang semalan karena cerita yang tidak selesai. Hal ini yang membuat para santri tidak merasa keberatan kembali lagi ke pondok pesantren tercinta, meski dalam kurun waktu lima bulan jauh lagi dengan orang tua, namun itu semua mereka lakukan untuk cita-cita dan ingin membanggakan mereka. Menurut kebiasaan, ketika santri sudah sampai ke pondok pesantren mereka sowan ke Maqbaroh Masyayikh, kemudian dilanjutkan kepada semua Asatidz, terutama kepala daerah sebagai orang tua di Asrama dan wali kelas sebagai orang tau di pendidikannya. Rutinitas ini merupakan agenda wajib santri ketika sudah kembali ke pondok pesantren. Selain karena rindu, ada barokah dalam tradisi soan merupakan akhlaknya ulama' salaf dan mengamalkan apa yang sudah dijelaskan dikitab kuning yang senantiasa menjadi pelajaran mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Imam Nawawi;
قالَ الاِمَامْ النَّوَاوِيْ : تقبِيْلُ يَدِ الرَّجُلِ ِلزُهْدِهِ وَصَلاَحِهِ وَعِلْمِهِ اَوْ شرَفِهِ اَوْ نَحْوِ ذالِكَ مِنَ اْلاُمُوْرِ الدِّيْنِيَّةِ لاَ يُكْرَهُ بَل يُسْتَحَبُّ.
Artinya : Imam Nawawi berkata : mencium tangan seseorang karena zuhudnya, kebaikannya, ilmunya, atau karena kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal yang demikian itu disunahkan. Kebiasaan ini terus mendarah daging dalam hati semua santri sampai sekarang.
Banyak hal yang mengharuskan para santri kembali lagi ke pondok pesantren, melihat dari fenomena alam luar yang sedang tidak baik-baik saja dan dikhawatirkan hafalan yang sudah melekat hilang akibat tidak Murojaah. Bagi rindu yang masih belum terobati berkumpul dengan orang tua bisa ditunda agar pelajaran yang sudah diagendakan sesuai target. Bukankah lama-lama di rumah dengan keadaan tidak belajar itu tidak bagus dan membutakan hati dan pengetahuan sedikit demi sedikit hilang. Sebagaimana dauhnya Fathul Mausili Rohimahulloh,
أليس المريض إذا منع الطعام والشراب والدواء يموت ؟
قالوا، بلى، قال : كذالك القلب إذا منع الحكمة والعلم ثلاثة الأيام يموت. (المنهاج السوي: ١٩)
Artinya, "bukankah orang yang sakit ketika tidak diberi asupan nutrisi makanan, minuman dan obat akan mati?. Lantas mereka menjawab, Iya. Kemudian Imam Mausili berkata, begitu juga hati, ketika tidak diberi nutrisi kalam-kalam hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka hati tersebut akan mati. Itulah sebabnya Pengasuh dan para pengurus memberikan kouta selama sepuluh hari di rumah masing-masing, agar santri tidak terlalu lama meninggalkan pelajaran dan amalan-amalan yang biasa dilakukan berjemaah di masjid.
Santri kembali ke pondok pesantren tercinta tujuannya untuk mewujudkan cita-cita orang tua, tentu dengan semangat ngaos dan mudzakaroh kitab-kitab klasik yang sudah menjadi kurikulum pendidikan Diniyah Madrosah Miftahul Ulum Panyeppen. Semangat inilah yang kemudian menjadi mudal santri dalam meneruskan tradisi ulama' salaf dan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi ALLOH dan Rosulullah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadist Nabi,
من جاء الموت وهو يطلب العلم ليحيي به الإسلام فبينه وبين الأنبياء درجة واحدة فى الجنة
Artinya, "Barangsiapa yang menuntut ilmu dengan tujuan untuk menghidupkan islam, kemudian mati, maka santri tersebut dengan para Anbiya' akan satu derajat di surga." Berada satu derajat dengan para Nabi tentu bukan orang biasa dan merupakan cita-cita setiap makhluk ciptaan ALLOH. Sungguh sangat agung jaminan para santri yang sedang melangkahkan kakinya ke pondok pesantren untuk kembali ngaos dan mudzakaroh.
اللهم إني اعوذبك من الهم والحزن والعجز والكسل
Panyeppen, 19 Robiul Awwal 1443 H
Catatan Mtz.
Komentar
Posting Komentar