Kemampuan dalam bidang ilmu tidak mungkin bisa diraih kecuali dengan ikhtiar dan doa² yang selalu dipanjatkan. Banyak dari kalangan طالب العلم bersikeras melawan rasa malas hanya untuk meningkatkan kualitas keilmuan, dengan membaca tanpa jeda kecuali istirahat secukupnya dan makan ala kadarnya. Dikisahkan ada salah satu ulama' yang hanya makan roti basah bukan nasi agar kunyahannya cepat. Rutinitas ini sudah menjadi budaya dalam sejarah panjang ulama'² salaf, tidur sedikit bicaranyapun tidak ada kecuali tentang ilmu, seperti Mudzakaroh, dan kalau terpaksa keluar rumah, mereka tidak pernah lupa kecuali membawa kitab dan buku²nya. Seperti yang terjadi pada Ulama' dalam kitab karangannya Syekh Abdul Fattah. Bahwa, ada ulama' yang saking terus menerus membaca hingga jatih ke kolong². Bukankah mereka² bukan orang² yang kemampuannya tidak seperti kita, keilmuannya jauh dengan kita بين السماء والسمور tapi dalam masalah ilmu pengetahuan mereka tidak pernah main².
Disiplin ilmu bukan hanya bisa didapatkan dengan membaca, tapi juga bisa dengan mengetuk pintu rumah ulama' (Sowan) dan menghiasai diri dengan etika, berlutut di majelis² ulama' tidak merasa cukup dengan modal keilmuan yang tidak seberapa. Sebagaimana ketika penulis buku Ulama-ulama "takut istri" mendapatkan kisah Al Qodhi Iyadl RA dari Syekh Muhammad bin Hammad Al Shaqli. Suatu ketika Al Qodhi Iyadl berkunjung ke rumah temannya yang ahli fiqih, beliau menemukan temanya sudah menyelesaikan sebuah karangan kitab. Beliau tertarik ingin meminjam kitab tersebut, tapi temannya itu masih merasa khawatir karena naskah tersebut satu²nya yang dia miliki. Kemudian Al Qodhi Iyadl berjanji akan menjaga kitab itu dan akan mengembalikannya di keesokan harinya. Pada malam harinya beliau begadang semalam suntuk, membaca dan menelaah, sementara istri beliau tengah merayu beliau dan beliau tidak sedikitpun menghiraukannya, karena sedang fokus membaca. Ketika beliau sholat subuh berjemaah dan menggelar pengajian pada sat itu beliau kembali pulang ke rumahnya dan mencium bau yang tidak biasa. Lalu beliau bertanya kepada istrinya, "Apakah kamu tidak menyiapkan sarapan? Seketika istrinya menaruh talam di atas meja, beliau mendapati di atas talam itu kitab yang dipinjam terbakar, hangus. Istrinya geram karena malam itu. Al Qodhi Iyadl kemudian mengambil pena dan lembaran kertas, beliau menuliskan seluruh apa yang masih tersimpan dibenaknya ketika menelaah kitab temannya itu. Kemudian beliau membawa ke temanya dan berkata, "silahkan diperiksa, takut ada yang kurang? Lantas, temanya menjawab "tidak ada yang kurang sama sekali." Masya ALLOH. Karena cerita ini diproleh dari buku di atas, mungkin sebagian pembaca fokus pada Istri Al Qodhi Iyadl. Menurut hemat saya ada dua ibroh yang bisa diteladani dari kisah beliau, pertama kesabarannya ketika kitab itu dibakar dan hangus, sedangkan itu kitab yang masih berbentuk naskah untuk dicetak. Kedua gilanya membaca dan menelaah semalaman hingga kitab yang sudah dibakar dan hangus bisa beliau tuliskan kembali.
Catatan Mtz. Vol 57
Panyeppen, 20 Shoffar 1443 H
Komentar
Posting Komentar