Ada seorang santri dari Indonesia yang datang ke Ribath Suyun untuk mengaji kepada Habib Ali al-Habsy, tetapi dia pemalas. Sedang di Indonesia, orang tuanya menaruh harapan besar kelak anaknya menjadi orang yang alim.
---
Dengan harapan tersebut, orang tuanya selalu mengirim uang dengan jumlah yang besar untuk dijadikan bekal belajar. Tetapi, anaknya menggunakan uang kirimannya hanya untuk berfoya-foya.
---
Setelah 5 tahun lebih belajar di Suyun, santri tersebut pulang kembali ke Indonesia. Sang ayah menyambut anaknya dengan seremonial yang meriah, dengan mengundang banyak tamu. Dan pada acara itu, para tamu meminta sang santri memberi sambutan dan sedikit membagi ilmu kepada mereka.
---
Tapi dia diam, tidak tahu apa yang harus disampaikan. Para tamu ganti menanyakan beberapa persoalan, lagi-lagi si santri diam, tidak tahu harus menjawab apa. Karena dia di Suyun tergolong santri yang malas. Para tamu undangan segera menyadari bahwa si santri belum tahu apa-apa.
---
Atas peristiwa itu, orang tua santri tadi sangat sedih. Dia jatuh sakit, hingga akhirnya meninggal.
---
Kisah ini dikisahkan Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dalam kitab Fawaidul Mukhtarah.
---
Dari kisah ini, saya bisa mengambil beberapa pelajaran:
1-Sebagai orang tua, untuk kesuksesan pendidikan anaknya, dia tidak bisa hanya mengandalkan ketersediaan fasilitas. Harus ditirakati, didoakan sepanjang waktu. Jangan terlalu memanjakan mereka.
---
2-Anak adalah kebanggaan, namun jangan sampai saat mengantar anaknya belajar, ada niatan agar kelak jika dia sudah alim bisa dibanggakan dan dijadikan bahan untuk menyombongkan diri.
---
3-Sejauh apapun santri belajar, bahkan meskipun ke luar negeri, jika tidak rajin dan sungguh-sungguh, dia hanya akan mendapatkan kemegahan status sosial, bukan ilmu. Sebaliknya, sekalipun dia hanya belajar dirumahnya, jika sungguh-sungguh dia akan menjadi alim.
---
Dan masih banyak yang lain......
Komentar
Posting Komentar